Nama saya Ilham Sumarga lahir di
Kabupaten Probolinggo pada 8 November 1992 dan hidup di sebuah desa Curahsawo
Kecamatan Gending Kabupeten Probolinggo. Lahir dari pasangan Husni dan Supiati,
masa kecil berinteraksi dengan keluarga dan bermain dengan kakak saya yang
bernama Hustiawan Adha Cahyono, sesuai dengan konsep psikologi yang ada pada
perkembangan anak usia yang masih dini memiliki beberapa fase perkembangan.
Kegemaran akan mengigit jari saya lakukan pada usia 4 tahunan. Fase Oral
merupakan fase kesenangan seorang anak yang dilakukan pada kepuasan mulut.
Menginjak usia di bangku Taman Kanak-kanak saya pun sudah hanya bermain dengan bapak, ibu dan kakak perkembangan pola sikap dan perilaku pun sedikit berubah dan kecenderungan untuk meniru teman sebayanya. Sebagai Model, teman yang lebih tua cenderung ditiru dalam perilakunya. Sehingga teman yang cenderung dekat dengan saya menjadi model dalam berperilaku dan bersikap, apabila teman dekat memiliki keperibadian buruk maka kelakuan dan sikap dari seseorangpun menjadi buruk karena kecenderungan meniru, sebaliknya bila teman yang menjadi model memiliki keperibadian yang baik maka kecenderungan meniru hal yang baik pula.
Pada
usia 7 tahun, saya melanjutkan studi di Sekolah Dasar, pola bermain perilaku
keperibadian sesuai dengan genetika dan keperibadian masing-masing anak. Dan
saya tergolong dalam keperibadian yang agresif sebab apabila ada ada hal yang
menarik maka keinginan dari dalam diri untuk mendekati hal yang menarik itupun
muncul. Merupakan bawaan dalam kehidupan pada masa perkembangan di tingakat
sekolah dasar.
Setelah
masuk ke jenjang menengah pertama perilaku pun yang semulanya hanya meniru dan
mengambil dari sikap perilaku dari teman sebaya, pada masa ini pun berinteraksi
dangan sesama menjadi sebuah jaminan proses belajar pun dilakukan dengan
kedewasaan perilaku sehingga bisa memilah mana hal yang seharusnya dilakukan
dan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Interaksi dalam sekolah diperoleh, ada
proses untuk adaptasi atau menyesuaikan diri karena setiap kenaikan kelas ada
perbedaan anak, dalam artian di random. Sehingga akibatnya ialah adaptasi
terhadap lingkungan kelas yang barupun dilakukan.
Penyesuaian
diri terhadap lingkungan terjadi saat menginjak di bangku SD ke SMP, karena
suasan yang masih gemar bermanin dan pemikiran masih ada di lingkungan sekolah
dasar, sehingga kegemaran bermain lebih banyak daripada aktifitas belajarnya.
Sehingga dengan masuknya ke tingkat menengah pun berangsur lebih sukar dari
biasanya, akan tetapi proses adaptasi yang dilakukan secara berkelanjutan dan
kontinue memiliki dampak yang baik pula dalam hal pergaulan/interaksi.
Di
tingkat atas, proses interaksi pun semakin mendewasa, bisa memberikan sugesti
dari dalam dan dari luar mengenai apa yang ada di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Kegiatanpun mulai termanajemen dengan baik antara pendidikan, hal
pribadi dan kesenangan pribadi. Ekstrakulikuler pun semakin diminati yang
dampaknya keterlibatan antar peribadi pun semakin banyak. Punya keluarga baru
dalam keluarga merupakan hal yang dinamis dan sangat menyenangkan.
Masuk
di Perguruan tinggi, pemikiran dan kejiwaan pun mulai mendewasa pula, pemikiran
mulai bisa di tahapan merenung dan berfikir secara mendalam. Interaksi pun
tidak hanya dalam lingkup kedaerahan saja, akan tetapi antar provinsi di
Indonesia. Hal ini menjadikan proses adaptasi lebih sukar daripada masa
sebelum-sebelumnya, karena bentuk toleransi yang harus baik. Belum lagi sebagai
orang yang tinggal dan hidup di tempat orang, harus dengan cepat bisa
membiasakan diri dengan lingkungan adapsinya. Keprimordialisme tidak bisa
diberlakukan sebab akan mengakibatkan sparatisme dalam lingkungan sosial.
Beragam
karakter dan keperibadaian pun saya kenal selama masuk di perguruan tinggi.
Pemahaman jenis kebisaan tersebutlah harus menjadikan hal yang semakin baik.
*Waktu dan sejuta kenangan akan membuat saya merenungkan akan lonceng kuning berian bapak :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar