Kamis, 29 Maret 2018

Kicauan Tokoh Politik Jadi Tranding di Media Sosial

Industri? Siapa yang tidak mengenal dengan industri semua jelas mengenalnya. Tapi sedikit yang memahami makna dibalik industri. Secara sederhana industri itu mengelolanya, apapun dikelola yang nanti outpunya bergantung dari subyek dari industri itu. Industri itu ibarat mesin, begitu juga media. Dia bisa aku katakan sebagai industri yang mempunyai daya tarik bagi consumernya. Dengan banyaknya yang mengunduh dan aktif bermain media sosial maka naiklah raiting dari industri media tersebut. Inilah sebagai permainan dibalik industri komunikasi yang sedang kita semua hadapi dewasa ini. Dan kegiatan jurnalistik yang membutuhkan beberapa etika, pedoman, dan aturan-aturan sedemikian hingga demi menyajikan fakta yang aktual dan dapat dipercaya masyarakat tidak lebih populer dengan ‘cuitan’ atau ‘kicauan mulut’ yang terbentuk tulisan para tokoh politik. sederhana memang, sekedar nyinyir lewat twitter lantas bisa melambung batasan-batasan media mainstream yang terbangun megah.

Rabu, 21 Maret 2018

Wisata Religi Masjid Tiban Turen-Malang

silviananoerita.com
Mau berbagi cerita pendek saat perjalanan di Malang Kabupaten. Perjalanan kali ini disponsori penuh oleh Silviana Noerita. Mulai dari kendaraannya, bensin, makan dan bahkan parkirnya. Jadi terimakasih banyak deh, jalan-jalannya semacam ditraktir. Walhasil, Liburannya dapat, kenyang pun juga  dapat. Dan tentunya, bisa mengabadikan momentum saat liburan hari nyepi tahun 2018.

Baiklah, perjalanan kemarin kami berdua memutuskan untuk melakukan perjalanan liburan ke salah satu tempat wisata di Malang Selatan. Di daerah Turen, tepatnya wisata religi masjid Tiban Turen. Sebenarnya sih dulu sudah pernah ke lokasi ini, tapi tidak saat mengabadikan moment berupa foto-foto atau vidieo. Karena memang dulu sekitar tahun duaribu duabelas masih belum ada media untuk fotografi. Terlebih teknologinya masih minimun juga. Toh walaupun ada, itupun masuk dalam katagori barang mahal. Kalau sekarang-kan tinggal jepret lewat kamera ponsel sudah bisa mengabadikan moment-nya.

Perjalanan kami lakukan sekitar pukul setengah sepuluh-an. Kalau tepatnya sudah lupa, yang jelas sewaktu dilokasi suasananya sudah panas. Dan bahkan panas banget, karena sudah masuk tengah hari. Dalam perjalanan seharusnya kami lewat daerah Jodipan keselatan, kalau melakukan perjalanan dari Malang Kota untuk menghemat jarak tempuh, tapi sayangnya aku memacu kendaraan kemarin malah memutar arah ke Kepanjen. Hasilnya kami mesti memutari dan melingkari Malang Kabupaten dulu. Tapi tidak menjadi masalah, cuman-kan kalau tahu gini lebih baik dengan jarak yang lebih dekat. Setalah sampai di daerah Pakisaji, aku mulai merasakan kelaparan. Karena memang niatnya sudah gak makan dari kontrakan, siapa tau di traktir. Lalu sekilas menawarkan untuk makan dan berdiskusi dalam perjalanan, untuk menentukan mau makan apa kita saat itu? Dan untungnya Silvi juga masih belum makan. Dan akhirnya, pilihan jatuh pada makan yang berkuah dengan ada ayamnya, lalu rasanya emezing deh. Jatuh pada makanan yang namanya soto.

Kamis, 15 Maret 2018

[Review] Jalan Tak Ada Ujung

google.com
Buku yang aku baca kali ini tampaknya seperti novel. Diulas sedemikian rupa mirip narasi tentang perjuangan seorang dalam ketegangan kemerdekaan. Tapi namanya manusia mempunyai ragam sifat dan wataknya. Kadang mempunyai watak yang lemah, sehingga saat dalam keadaan terdesak sekalipun masih lemah. Seperti halnya dalam tulisan ”Jalan Tak Ada Ujung” karangan Muchtar Lubis ini. Dalam kisahnya ada seorang guru yang bernama Guru Isa, dalam setiap tindakan dan tingkah lakunya sehari-hari selalu diselimuti dengan kegundahan, kegelisahan, dan aura negatif. Inilah yang mendorong Guru Isa selalu berpikir mundur dalam perjuangan melawan penjajahan. Dan sadar pun situasi saat ini termasuk ke dalam situasi serba genting. Transisi kemerdekaan dari Jepang saat tahun 1945 selepasnya memberikan trauma dan bekas jajahan-jajahan Belanda. Hidup seorang Guru Isa sangat lah jauh dari kata mewah. Semuanya serba kekurangan, terlebih dalam ekonomi yang sangat minim. Kadang istrinya kebingungan untuk memasak karena tidak ada yang akan di masak. Hal inilah yang membuat Guru Isa kebingungan dengan keluarganya. Selain dari itu, kebutuhan biologis dari istri Guru Isa yang bernama Fatimah tidak terpuaskan, karena kendala Guru Isa yang impoten atau lemah syahwatnya. Sehingga membuat Fatimah istrinya mengadopsi anak yang bernama Salim Kecil dan berusia empat tahun untuk menjadi anak angkatnya. Guru Isa dikenal dengan guru seni yang baik, sifatnya yang lemah lembut. Menjadi penyejuk bagi setiap masyarakat yang tinggal bersamanya, dengan kondisi yang baru merdeka. Sesekali tetangganya menyapa dengan salam merdeka kepada Guru Isa ketika dia berjalan menuju sekolahnya. Dan terkadang saya jengkel, kenapa keberanian sebagai seorang lelaki tidak pernah muncul ketika berada dalam keadaan mendesak. Memang ketakutan selalu menghantui guru Isa, jadi apapun yang terjadi selalu dirasakan dengan mimpi-mimpi buruk akan ketidak berdayaannya akan kehidupan yang tidak jelas adanya. Bagi saya, keperkasaan yang guru Isa tidak dapatkan diranjang dengan fatimah istrinya tapi tidak tercuitkan nyalinya jika menghadapi serangan dari penjajah. Walaupun tidak perkasa di ranjang, tapi tidak berati lemah juga saat menghadapi penjajah. Tapi menjadi keseruhan dari novel ini karena ada tokoh yang bernama Hanzil, yang gagah berani dalam melawa peperangan melawan Belanda