Minggu kemarin adalah hari minggu yang panjang. Walaupun malam minggunya aku belum bisa keluar, akan tetapi semua terbayarkan dengan digantikannya agenda untuk berliburan ke salah satu tempat di sebelah barat Malang, yaitu Kediri. Seperti cerita sebelum-sebelumnya, aku melalui perjalanan dari Malang ke Kediri dengan menggunakan kendaraan roda dua. Ya, dan perjalanan ku lakukan di pagi hari. Alasannya sederhana, pertama menghindari macet dari pengguna jalan, dan kedua untuk mendapatkan waktu yang relatif lebih lama sewaktu ada di lokasi Kediri.
Dan seperti biasanya, aku ditemani oleh Silviana Noerita disana. Dengan berbekal alat komunikasi berupa whatsapp membantuku untuk berkomunikasi secara rill time. Tapi tentu tidak hanya whatsapp saja, akan tetapi juga menggunakan jasa berbayar melalui telepon manual biasa. Perjalanan kemarin aku lakukan sekitar pukul setengah delapan lebih. Dan selama perjalanan dari Malang sampai Kediri lancar. Aku janjian dengan Silviana Noerita untuk bertemu di salah satu masjid besar yang berada di Kabupaten Kediri, tepat lokasinya di Masjid Agung An Nur Pare Kediri. Nah, setelah beberapa saat aku cek lokasi masjid itu dengan menggunakan google maps, dan alhmdulillah aku temukan lokasinya. Ternyata lokasinya sangat strategis, selain itu dibuka 24 jam. Biasanya banyak masjid-masjid sekarang ini sangat protektif dalam hal jam berkunjung. Dibuka hanya jika melakukan aktifitas ibadah, misal duhur jam 12.00 sampai jam 13.00 siang hari. Selepas dari jam-jam itu, untuk kemudian di tutup kembali. Karena pagar yang begitu rapatnya, mungkin karena alasan takut ditempati sebagai tempat tidur atau apalah, yang jelas masjid macam itu aku sungguh sangat tidak sukai.
Kira-kira sampai di Pare, tepatnya di Masjid An Nur pukul 10.00 kurang. Dan aku bingung untuk masuk ke masjid An Nur ini, kemudian aku lanjutkan perjalananku di depan ruko-ruko kantor notaris. Dan akhirnya aku menepi di jalanan, dan mengambil ponsel dalam tas kecil lalu menelpon Silvi. Dan agak lama kemudian, diangkatlah telpon dariku. Dengan segera aku memberikan kabar bahwa aku berada lokasi yang di maksud tadi. Dan dengan segera Silvi bergegas untuk menghampiriku. Dalam percakapan di telpon, aku bilang untuk tidak tergesa-gesa, karena takut terjadi sesuatu hal yang di menyenangkan. Dan akhirnya percakapan dalam telepon pun berakhir.
Sambil menunggu di pinggiran jalan, aku membuka sesekali ponsel ku. Melihat sosial media, selain itu aku juga dihebohkan dengan sosok lansia (kakek tua) yang masih mencari sampah bekas. Rasa filantropis-ku muncul, merasa iba dan kasihan. Kenapa orang setua beliau masih bekerja, dan mencari nafkah setidaknya untuk makan buat dirinya sendiri. Inilah yang aku katakan bahwa negara kita adalah negara yang terus menerus berkembang, dan entah sampai kapan. Fenomena dimana lansia tetap mencari pekerjaan untuk penghidupan adalah salah satu ciri dari negara berkembang. Kalau negara maju, sudah pasti ada kebijakan tersendiri dari warganegaranya yang telah lanjut usia. Dan tentu pengabdian selama hidup dihargai, untuk kemudian mendapatkan jaminan yang layak di hari tua.. Akh, Kita beda, negara berkembang macam negara gagal. ---autokritik buat semuanya saja---
Sekitar 20 menit-an kurang Silvi datang dari arah timur menghampiriku. Kemudian kita besalaman, dan dia mengantar aku untuk ke masjid An Nur. Dan sesampainya di depan masjid, aku diperintahkan untuk memarkirkan kendaraanku di Masjid, dan ketika berjalan nanti menggunakan vario yang di kendarai sama dia. Aku manut saja, cuman hal demikian tidak menjadi masalah besar saat jalan-jalan nanti. Kemudian perintah kedua adalah, aku disuruh menunggu. Karena Silvi akan pulang dulu, sekilas dari cerita singkat yang aku dapatkan. Si Silvi tadi lagi refresing dengan cara mengikuti CFD (Car Free Day), ya. Hari dimana warga kota berkumpul untuk melakukan olahraga jasmani. Setidaknya kegiatan seminggu sekali ini bertujuan untuk mengembalikan suasana suntuk selama bekerja, sekolah, dan kuliah. Lepas dari itu, perintah dari dia untuk masuk ke dalam Masjid An Nur aku indahkan. Disanalah aku menunggu, karena Silvi masih mau bersih diri dan kemudian kita bermain kemana entah, aku pun masih tak paham.
Selang beberapa saat lamanya, ku tengok lonceng di tangan kiriku sekitar pukul 11-an lebih baru muncul notifikasi, atau pemberitahuan via whatsapp. Mengabarkan bahwa dia sudah ada di depan, oh iya sebelum kulanjut ceritanya, aku bingung di Masjid An Nur Pare Kediri ini, utamanya untuk lokasi kamar mandinya. Sehingga kemarin aku menahan buang air kecil--. Balik lagi kepercakapan sebelumnya, akhirnya aku langsung mengambil helm di parkir motor. Dan pamit sama petugasnya, memberitahukan bahwa aku agak lama untuk parkir kendaraan disini. Dan aku hanya membawa helm saja, kahwatir aku dibilang pencuri helm kalau tidak pamit kepada petugas yang sedang menjaga.
Helm sudah ku ambil, aku pun keluar dari parkir menuju ke jalan raya. Kupandangi dia dari sebarang jalan. Ternyata sudah segar dan nampak baru, kelihatan dari raut muka yang bersih dari sebelumnya. Disana aku sapa, dan dia masih asik dengan ponsel. Setelah ku telusuri ternyata dia disibukan dengan pesanan semacam kripik nangka yang lagi dia pesan dari teman di Malang. Dan ternyata benar, saat berjalan aku diajak untuk lebih dulu mampir kesalah satu tempat tarik tunai uang, ya! ATM. Mampirlah kita berdua ke tempat itu, dan kemudian selang 5 menit selesai. Akhirnya sasaran utama aku adalah untuk ke kamar mandi, untuk buang air kecil yang sudah kutahan kurang lebih 3 jam itu. Dan sasaran kedua adalah makan, karena aku rasa lapar begitu tak tertahankan. Memang kondisi aku berangkat sudah makan, akan tetapi tidak begitu banyak. Lalu mencoba kuarakan motornya untuk mencari salah warung, dan diarahkan oleh sopir dibelakang ku untuk menuju ke lokasi arah Kertosono.
Menoleh kanan-kiri, dan sambil berdiskusi ringan apakah makanan yang akan menjadi asupan gizi hari ini? Kemudian pilihannya adalah soto, dan anehnya entah kenapa aku ingat-ingat 3 kali berkunjung ke Kediri, selalu saja sasaran utamanya adalah soto. Entahlah, tapi sebelum menemukan soto impan kami, kita dihadapkan dengan parade hari sumpah pemuda 28 Oktober 2018. Dan dari parade itulah, macet luar biasa. Hingga akhirnya terjebak di suasana yang terik mataharinya, dan hingar bingar derai debu juga bisingnya orang-orang desa. Sound sistem di putar dengan suara lantang dan kencang, sambil di iringi oleh beberapa manusia dibelakang dengan busana yang di setting sesuai Rukun Tetangga masing-masing. Asik dan menyenangkan, hitung-hitung hiburan ditengah kemacetan panjang perjalanan.
Beristirahat selepas ramai-ramai kegiatan parade, kita pergi ke Pom Bensin. Bukan untuk isi ulang minyak dalam kendaraan, akan tetapi membuang air dalam diriku yang sudah ku tahan lebih kurangnya 3 jam. Setelah selesai, pacuan motor vario terus melesat ke ujung barat (semoga tak salah arah). Sampai ke sebuah warung, yang bernafas Nahdatul Ulama (NU). Dan nampak bapak-bapak penjual pun seperti ikonik golongan NU, kulihat pernak-pernik perhiasan yang nampak. Ada berbagai macam gambar kyai Sepuh dari pendiri NU, yakni Hadratul Syekh Kyai Haji Hasyim Ashari. Waw, identitas dan pesan simiotik yang ku tangkap sangat jelas dan nyata. Hanya menjadi pemanis dalam diri, ternyata Kediri masih Hijau. Sebegitu agungnya perjuangan kyai dalam rangka membangun peradaban di kehidupan bermasyarakat.
Sambil menyantap hidangan soto yang sudah datang, dengan di iringi oleh panas hari yang menyengat. Juga segelas es jeruk segar yang nikmat membantu melepaskan kepenatan dalam badan ini. Entah apa dampaknya dari hasil panas dingin yang aku alami? Aku pun tak jauh untuk memikirkannya, akan tetapi, sebenarnya logika dalam pikiran jalan. Aku bakalan sakit, setidaknya dua pilihan demam karena panas bercampur dingin, atau flu karena dingin yang belum beradaptasi dalam tubuh, bahkan ketiga, batuk karena tenggorokan kering. Mungkin, kaget saat tiba-tiba basah dengan seketika, itu penyakit yang bisa dialami jika keadaan panas dingin dalam satu fase sekaligus.
Percakapan pun membahas masalah ujian, baik itu ujian di kampus atau CPNS. Karena minggu depan aku akan dihadapkan dengan dua macam ujian pertama kompre, dan kedua ujian CPNS. Akhirnya pikiran itupun jatuh pada percakapan yang menyelangi nikmatnya soto ala-ala soto khas kondangan. Kubuka ponsel pintar ku, yang harganya tak seberapa itu untuk membuka aplikasi canggih yakni kumpulan soal CPNS. Ku tampilkan beberapa soal disana, dan ku perintahkan Silvi untuk mengerjakan, dan ternyata soal silogisme adalah jenis soal yang lumayan sulit untuk dikerjakan jika tidak terbiasa untuk latihan. Itulah yang menjadi salah satu pembelajaran bagi aku jikalau ingin menjadi PNS dan mengikuti seleksi dasar.
Cut disini pembahasan CPNS, kemudian selesai membayar. Berdua dengan es jeruk kena cas 28 ribu rupiah. Kuberikan uang pecahan terbesar keluaran Negara Indonesia, ya Soekarno Hatta. Nominal 100 ribu pun tak ada kembaliannya. Agak kebingungan lalu kemudian selang beberapa menit, akhirnya pun masalah kembalian teratasi. Sampai disini cerita makan siang kita, dan akhirnya melanjutkan ke tujuan wisata yang lagi-lagi belum tahu bidikan sasarannya. Dan Silvi awalnya sangat terkesima dengan namanya Kebun Bibit, ala-ala kekinian. Dengan pemantik 3 rumah yang atapnya model segitiga sama sisi. Kemudian menjadi fokus utama. Tapi untungnya tidak jadi kesana terlebih dahulu, dan jatuh kemudian lari pada lokasi wisata Bukit Doho Indah Tiron Kediri. Kupikir Kediri cuman punya gunung Kelud, dan ternyata ada pun bukti yang ada disini. Akhirnya kita pacu ke lokasi itu. Di sepanjang perjalanan aku di kesimakan dengan salah satu destinasti rokok yang sering paman, teman, mas-mas jalanan, dan mahasiswa hisap. Ya! Gudang Garam, luar biasa. Hal ini yang terrlintas spontan, eyes-gsme aku dengan kemegahan yang ada. Memang benar pandangan pertama selalu membuat jatuh cinta, itulah yang aku rasa. Betapa bahagia pemilik pabrik rokok ini, bisa membahagiakan keluarga-keluarga. Menghidupi berbagai macam usia, dan kehidupan di Kediri. Tak dimunafikan, gudang garam produksi rokok-mu adalah bentuk nasionalisme dan keadilan sosial bangsa Indonesia.
Setelah melingkar dan melewati pabrik rokok gudang garam, akhirnya sampai pada bau-bau perbukitan. Tapi catatan, tetap panas luar biasa. Itulah kenapa pohon adalah sumber kehidupan dari ekosistem manusia yang paling penting. Dan sekitar 30-an menit dari pabrik Gudang Garam kita sampai di Bukit Doho Indah Tiron Kediri. Waw, kita dikenakan cas tarif kendaraan roda dua senilai 2000 rupiah. Standar dan normal, untuk mensejahterakan dan membantu pembangunan. Setidaknya retibusi ini memberikan kebahagian, entah praktiknya disalahgunakan?.
Kesan awalku mengenai Bukit Dpho Indah Tiron Kediri adalah unik, karena lokasi ini lebih cocok dikunjungi buat kalian yang ingin menghabiskan waktu bersantai, bergembira ria, bersuka cita, dan berasik masyuk dengan keluarga kecil tercinta. Kemudian catatan kedua, adalah baik buat sebagian orang yang hobinya gemar memancing. Dan disinilah solusi pancing yang lumayan bersahabat, karena memang di Kediri jauh dari laut dan pantai, sehingga tidak bisa memancing disana, akan tetapi disedikan lah alternatif lain yakni kolam pancing buatan. entah benar buatan atau tidak, tapi yang jelas kolam macam empang inilah yang menjadi primadona dari wisata Bukit Doho Indah Tiron Kediri. Minggu kemarin pemancing yang hadir lumayan banyak, dikenakan biaya senilai 50ribu kita bisa memancing ria. Tanpa takut di buru orang, karena dulu aku gemar memancing di tambak orang. Sehingga main kucing-kucingan dengan pemilik tambak.
Tiket masuk untuk aku yang tidak memancing senilai 10 ribu rupiah. Ya! Murahlah, orang kaya macam aku nih senilai segitu untuk lokasi macam gini terbilang sangat enteng, ringan alias gak nyucuk. Sultan mah bebas mau bilang apaan?. Lepas itu, masuk ke dalam kita akan di suguhkan oleh penampakan pohon-pohon yang nampaknya setengah meranggas. Tidak begitu hijau, akan tetapi ada hijau-hijaunya. Inilah ciri khas pepohonan di perbukitan, karena minim air sehingga memperkecil daunnya. Gunanya tidak lain agar supaya pohon-pohon itu mampu bertahan hidup.
Oh Iya, Bukit Doho Indah Tiron Kediri ada beberapa gazebo yang melingkar disekitar. Sehingga kita bisa berbincang ria, dan berkumpul asikan bersama keluarga, juga asik buat tempat pacaran tapi tetap sharing tempat. Karena kasihan macam aku kemarin tidak kebagian tempat, next~ begitu dulu cerita perjalanan di Kediri kemarin, terimakasih~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar