Jumat, 05 Oktober 2018

Berbeda

Tingkat berpikir manusia itu jenjangnya berbeda. Tentu banyak sekali faktor yang melatar belakangi dari tingkat berpikir dari manusia. Bisa dari letak geografis, sumber daya, atau bahkan genetika dari orang tua. Semua perlu studi yang lebih khusus untuk menelaah lebih dalam lagi perihal tingkatan berpikir.

Salah satu tolak ukur dari tingkat berpikir seseorang bisa diukur dari jumlah usia dalam diri. Iya, sederhana memang perkembangan dari sisi usia sangat mudah untuk diukur. Karena hari ini telah sangat mudah untuk mengetahui berapa tahun usia dari anak sampai dewasa. Karena telah ada bukti formil surat berupa akta lahir. 

Usia dini tentu berbeda dengan usia anak-anak. Karena kebutuhan dalam kehidupan pun berbeda, sehingga pemikiran pun juga berbeda. Hal inilah yang melandasi dari aspek pemenuhan kebutuhan dari anak-anak yang akan diberikan pendidikan. Karena hal yang terpenting untuk mengedukasi anak adalah mampu menyesuaikan diri dari kebutuhan dalam diri anak.

Kalau kita tidak bisa melekat dan menjadi sosok seperti anak, atau paling tidak mendekati kemiripan dengan anak; maka anak akan lebih cenderung terbuka. Disinilah kenapa orangtua perlu memahami kompleksitas dari dunia anak yang jenjangnya berbeda.

Berbeda pemikiran dari anak sampai ke usia dewasa. Mungkin strategi yang digunakanpun jauh berbeda. Kalau kita menjelaskan tentang segala sesuatunya pada anak sekolah dasar dan menengah akan lebih sampai pada anak jika menggunakan pendekatan yang sifatnya faktual. Artinya bersifat lebih nyata, jelas dan kongkrit. Misal membawa apel, jika dibelah menjadi setengah maka terjadi belahan dua yang sama besarannya. Begitu seterusnya sampai menemukan belahan terkecil dari buah apel. Dan hal itu lebih cenderung bermakna terhadap anak dari tingkat dasar dan menengah.

Kalau pada tataran tingkat atas, cara berpikirpun juga berbeda. Kalau diterapkan cara diatas, maka bisa menjadi bahan tertawa. Tapi tidak sepenuhnya menyalahkan jika ada sebagian pendidik yang membawa media dalam wujud nyata pada jenjang di tingkat atas. Dan jika kita jeli memahami perkembangan dari anak tingkat atas, maka bisa diberikan simulasi dalam wujud yang sedikit abstrak. Karena anak pada tataran tingkat atas bisa memikirkan wujud dari hal abstrak dalam angan-angannya.

Lebih lagi pada ranah perguruan tinggi, mungkin hal yang digunakan bukan hanya ilmu dan pengetahuan. Bisa jadi memahami secara lebih mendalam pada sub-bab bahasan. Karena sejatinya pemikiran yang timbul dari hasil berpikir mendalam, dan menanyakan dari segala sesuatunya. Kenapa demikian, mengapa, dan mengapa. Karena sebuah pertanyaan yang dikejar, hingga menjadi proses berpikir tingkat tinggi. Yakni proses dialetika, gunanya untuk memberikan tingkat ketajaman dalam pembahasan. 

Disinilah filsafat berperan dalam pembelajaran yang digunakan perguruan tinggi. Jadi kalau membahas tentang ikan, bukan hanya penyebutan nama-nama ikan. Akan tetapi kenapa ikan itu harus hidup di air? inilah yang dikatakan berpikir sedalam-dalamnya. Pada tahapan pemikiran inilah, seharusnya dari anak pada tataran perguruan tinggi lebih menggunakan pemikiran filsafat untuk membahas dan mengkaji sesuatunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar