Selasa, 20 November 2018

Nyinyir-mu Eksistensi-mu

google
Jaman sekarang, jamannya kekacauan. Lebih lagi di bangsa tercinta. Gak kacau gimana? Coba lihat sekeliling kalian-kalian. Tengok ditempat strategi diperkotaan! Banyak akan kita temukan keanehan-keanehan orang-orang di tempat umum. Emang benar kata seorang guruku, kalau ingin berguru pada ilmu kehidupan, carilah tempat ramai. Bukan cari tempat sepi lalu kamu bertapa. Gak dapat apa-apa dari hasil tapamu. Kecuali haus dan lapar saja, selebihnya nol. Ilmu tentang kehidupan gak akan pernah sampai. Beda halnya jika kamu betapa di keramaian, akan kamu temukan betapa rumitnya kehidupan yang di isi oleh manusia. 

Macam alun-alun, buat tempat kumpul warga kota. Yang harusnya di isi dengan kegiatan-kegiatan positif kemudian berganti dengan kegiatan kumpul yang isinya banyak digunakan main game online bersama. Istilah modern anak kekinian ‘mabar’. Itu untuk pecandu game online, beda lagi sama yang ketagihan media sosial, aktivitas yang seharusnya bercakap dan bersosial akan tetapi terganti dengan gawai. Dan disinilah aku akan kaji lebih dalam dari nyinyiran orang-orang dari media sosial.

Media sosial itu macam eksistensimu, menunjukan keberadaan kita kepada dunia. Dengan cara apa? Ya! macam caranya, macam bentuk dan wujudunya, yang penting bagaimana kita ini bisa dikenal banyak orang, fames dan banyak pengikut. Itu udah jadi kebanggan sendiri yang tak bisa dinilai dengan uang. Tapi kok ya absurd banget gitu loh. Tapi banyaknya fakta yang demikian.

Ragam sifat dan gaya, bisa dengan gaya yang diem-diem saat bertemu teman diskusi, tapi ketika berada di media sosial ganasnya luar biasa, nyinyirnya minta ampun. Kalau jadi tukang kritik paling pintar, dan paling jenius. Seperti seolah-olah malaikat pemberi harapan syurga. Ada pula yang reaktif dan bawaannya marah-marah ndak jelas tanpa arah dan tujuan. Aku pun berpkir, itu manusia atau hewan sih? Sampai akhirnya tertawa sendiri karena kekacauan emosi dari akun yang ia bawa. Suasana yang macam inilah bisa menimbulkan perpecahan dalam tubuh bangsa. Bukan malah membuat kebaikan akan tetapi malah memecah belah dengan cara nyinyiran tadi.

Sebut saja agenda terdekat dari waktu tulisan ini tayang adalah fenomena pembakaran bendera tauhid. Entah kenapa kejadian ini masih saja hangat untuk dibicarakan, sampai presiden kita pun berbicara politik sontoloyo, politik genderuwo. Apa gak kepanasan, kalau setiap detiknya di hujat macam racun dan virus yang menyerang media sosial? Era kebebasan jadi kebabalasan, nyinyir hal jelekpun jadi primadona anak muda.

Kadang kalau aku amati dan lihat komentar di twitter, facebook, dan instagram hampir semuanya mengundang aroma negatif. Lebih banyak unsur keburukannya daripada kebaikannya. Karena pemandangan yang negatif inilah menjadikan komentator yang nyinyir selalu eksis, dan berharap dengan banyak nyinyiran tadi menjadi objek sebuah pembenaran. Intinya seberapa banyak mempertahankan diri dengan cara nyiniyr dan siap melawan kerasnya guncangan nitizen yang ganas adalah pemenangnya. Bahkan kalau perlu menghujat secara sistemik dengan cara mengundang teman dan rekan yang se-ide dan sepaham gagasan.

Keberadaanmu ada di media sosialmu. Jadi sederhana sekali sekarang ini. Ndak perlu berjalan mengelilingi dunia untuk dapat menjadi keren, tinggal duduk manja, atau tiduran, atau baringan, kemudian kritisi dengan cara nyinyir semua akun-akun yang ada. Atau melakukan aksi yang di luar rata-rata, dan sedikit nekat maka langsung menjadi viral. Sebut saja lagu kemarin, dari Thailand. Aku salah seorang yang juga kaget, kenapa niat membuat lagu dengan nuansa dewasa. Apa gak gila tuh pembuat lagunya? Iya kalau penonton konten itu adalah orang yang cukup usianya? Kalau tidak? Bisa bahaya dan menambahkan keburukan baru di tingkat generas pemula kita. Menjadi lebih egois dan pemarah nantinya, bahkan orientasi seks dini.

Hidupnya pun jadi semakin reaktif terhadap keadaan di depannya, ketika dihadapkan dengan judul yang vulgar langsung menyambar. Tanpa melihat dan menggali lebih dalam lagi apa isi yang akan disampaikan. Jadi tidak sampai pada niatan, hanya sebatas cover atau sampul luarnya saja, menjadikan kemarahan yang menggebu-gebu. Kadang aku bingung, betapa pemikiran kita ini mulai melamban. Hanya mengantungkan pada pemikiran mulut nyinyirnya saja. Karena sejatinya banyak bicara akan banyak pengikutnya. Mudah dan sederhana. Salam nyinyir, salam eksitensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar