Demi Masa. Benar, masa adalah waktu. Ingin rasanya aku putar lonceng kehidupanku ke belakang. Boleh kiranya Aku mengintip spion diriku hanya sekedar melihat sejarah hidup. Setidaknya dari situ, Aku berharap mendapatkan pelajaran, kalaupun tidak. Setidaknya ada makna yang bisa Aku petik dari lembaran tinta diri yang pernahku tuliskan.
Hidup begitu tak beraturan, bergejolak terus sepanjang masa. Senang sehari, duka dua hari. Menangis satu jam, tertawa tiga puluh menit. Terus berganti dan berganti, dan terus menerus berganti. Lalu Aku mengadu; Mengapa Tuhan tidak mencipta kebaikan saja di bumi? Lantas makna apa yang ingin Tuhan isyaratkan kepada waktu akan dua hal yang selalu ada pertentangannya? Ada hitam, ada putih. Ada baik, ada buruk. Ada senang, ada menderita. Rasa-rasanya ada hitam putih kehidupan. Kalau boleh Aku memilih jalanku sendiri, tak ingin rasanya Aku menerima hitam dalam diriku. Ingin rasanya Aku berada terus menerus di menara tertinggiku. Bahagia, tertawa, dan leluasa dengan segala emas yang ku genggam. Tapi semuanya kosong, hanya fantasi dan angan semu. Ibarat air dalam gegaman tangan, ia terus menerus menetes jatuh di permukaan bumi. Semua percuma. Semuanya tak mungkin ada, mungkin hanya ada di negeri dongeng. Dengan waktu adalah fantasi kehidupan. Berwarna tanpa ada hitam putih kehidupan.
Aku yang sedang menulis tinta kehidupan, menggores tiap lembar-lembar sejarah diri. Kecil, Remaja, Tua, lalu Mati. Sederhana, Ya! Sementara. Tak ada kata kekal dalam waktu, berputar sedetik demi detik namun pasti. Maju terus; Terus maju, tak kenal lelah, tak kenal henti. Emas sekalipun tak akan bisa membeli waktu, sekalipun cuma sedetik. Tak ada harga, tak ada nilai, tak ada nominal bagi sang waktu. Semua adalah fana. Lantas kemudian, apa yang ingin engkau raih dari waktu yang sederhana, Ya! Sementara? Tentu jawabannya ada pada tiap diri.
Wujud apa yang bisa kita katakan sebagai keabadian? Dewa sekalipun tak abadi, Ia tercipta dari sang Pencipta. Keabadian adalah sang pembuat alam. Sekalipun Alam, ia sendiri tak pernah mengatakan bahwa ia kekal abadi. Tak ada yang kekal, tak ada yang tak lekang. Semua hanya fana. Sama halnya dengan waktu, waktu sendiri adalah ketidakabadian. Mengejar waktu? Tak perlu dikejar, ia akan menghampirimu perlahan namun pasti. Jadi semua hanyalah ke-fana-an saja? Semua tak ada yang penting diperjuangkan? Lantas apa makna waktu, fana dan kehidupan?
Demi waktu, demi masa, demi peredaran bumi dan poros kehidupan alam semesta. Semua ada hanya dalam batasan-batasan sang pemikir. Benar Manusia, manusia yang selalu haus akan pengetahuan. Haus akan keingin-tahuan. Haus akan segala yang tidak diketahui. Sekalipun dirinya sendiri tak mampu dibedah secara pasti. Namun berani memikirkan alam semesta dan peredarannya. Jawabannya berbeda setiap diri.
Waktu adalah obat penderitaan, meskipun waktu adalah fana. Tapi ia mengobati masalah kehidupan. Sadarkah kalian, berkat waktu orang sakit menjadi mati. Dan itulah obat dari untuk mengurangi penderitaan. Setidaknya obat bagi orang sakit, keduanya bagi keluarga dan saudaranya. Berterimakasih kepada waktu. Sesederhana itukah waktu memberikan penawar? Jodoh, Rejeki? Itu soal waktu, tinggal menunggu.
Waktu adalah takdir, takdir dari setiap lika-liku kehidupan di bumi. Keliru jikalau waktu disamakan dengan Tuhan. Tapi hanya waktu yang mampu menampilkan takdir yang disematkan Tuhan kepada setiap yang diciptakan. Hanya waktu yang mampu mengetahui jalannya kehidupan. Sebelum, sekarang, dan akan datang. Semua di ketahui oleh sang waktu, tidak juga dengan tulisan ini. Mungkin waktu telah berkehendak untuk semuanya.
Ku tutup tulisan ini dengan penuh rasa bahagia, bahwa Aku mulai menyadari, tiada dari segi kehidupan yang lepas dari waktu. Tidak pernah ada, jangan pernah salahkan segala sesuatu yang terjadi. Jangan salahkan penderitaan yang menjadi nestapa. Jangan jadikan kesenangan sebagai keberhasilan dalam diri. Jangan salahkan jika hitam putih menjadi pelangi, tidak pula sebaliknya. Satu kata yang penting untuk di ingat. “WAKTU”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar