Manusia hidup itu penuh warna. Coba bayangkan saja, semua ada dalam benak manusia. Tapi tidak semua manusia kadang berpikir tentang warna dalam hidupnya. Kadang cuman hitam dan putih yang menjadi warna favoritnya. Dan akhirnya cuman bisa mengikuti arus mengalir dimana bisa terus ikut dalam aliran.
Membuat terobosan baru dan idea baru itu terbilang sulit dan cukup menantang. Karena kita harus siap mental, dan siap secara material. Sebab tidak mungkin kita bisa berkarya kalau hanya di dukung dengan standar apa adanya. Ya! Memang teknologi kita tetap butuhkan.
Teknologi paling canggih adalah akal pikiran. Kalau konteks yang lebih spesifik, memang teknologi di ibaratkan sebagai alat untuk mempermudah pekerjaan. Tapi coba pikirkan, alat yang telah membantu kita itu lahirnya dari siapa? Tidak lain adalah hasil dari manusia sendiri. Karena sejatinya teknologi tercanggih sepanjang masa adalah pikiran dan akal manusia sendiri. Tinggal mau gak untuk diperbarui akalnya. Kalau sebatas puas dengan pengetahuan yang itu-itu saja, ya itu berarti akalnya pun sebatas itu saja. Dan kalau berpikir dengan akal yang ngikut-ngikut, berarti akal kita tak lebih dari sekedar peniru. Atau bahasa sarkasmenya adalah budak dari sebuah ilmu pengetahuan.
Inovasi itu perlu dan sangat dibutuhkan. Dalam segala macam bidang kehidupan, entah itu pendidikan, sosial, sains, ekonomi, keamanan, dan kesehatan. Sangat perlu dan dibutuhkan tenaga yang inovatif untuk mengatur semuanya. Gunanya tidak lain untuk menghadirkan pemikiran yang asli.
Berkarya gak harus berwujud, berkarya juga bisa dalam proses. Kadang kita terpancing dengan istilah yang umum-umum. Kalau kita berkarya, kita mengeluarkan tenaga, dan tentu dari tenaga yang kita keluarkan menjadi sebuah hasil karya. Dan memang secara sederhana itu bisa dikatakan berkarya, akan tetapi ada hal yang aku bilang berbeda dari karya, lebih lagi di zaman seperti sekarang. Serba kecanggihan teknologi komunikasi, jadi kita tinggal unggah apa yang bisa kita bikin di media sosial.
Berkarya tentang proses itu artinya, usaha untuk menuju sebuah harapan. Dari sebuah karya ada harapan yang ingin tergambarkan, dan ingin ditampilkan. Karena sejatinya karya kalau dinikmati sendiri itu hanya karya abal-abal. Buat apa? Tidak ada nilai lebih, dan sebatas menjadi kenangan-kenangan pribadi.
Sulit? Memang, karena pikiran kita hanya sebatas menjadi pengikut. Dan musim-musiman, itulah yang menjadi problem. Jarang menemukan pemikiran yang lebih baru dan segar. Saat musim mangga, semuanya mempublikasi tentang mangga. Akhirnya terbuang percuma, dan menjadi daya saing dalam skup yang sama.
Kesulitan terjadi karena kita kurang dorongan, tentu selain alat dan bahan. Juga motivasi dari dunia luar, artinya kita kadang berkarya tanpa adanya support dari teman ataupun saudara. Dan saat ada karya baru, dibilang sebagai aksi yang tidak masuk di akal. Akhirnya minder, dan mundur. Dan saat karya dalam idea-nya dipakai orang lain langsung sadar. Disini lemahnya kita, dalam tingkat mentalitas.
Godaan pun bermacam-macam, lebih lagi tidak dapat material. Arti material disini adalah seseorang akan lebih semangat untuk berkarya apabila mendapatkan imbalan dari hasil karyanya. Dan tentu pula hasutan dari berbagai macam pihak, hingga akhirnya tidak berkelanjutan. Karena sejatinya sebuah proses berkarya harus diiringi dengan cara yang istiqomah. Ya! Hal yang sangat sulit dilakukan oleh kita. Ya, betul, karena manusia terlahir tidak hanya dengan sisi baik saja, juga melekat dalam diri yaitu sisi buruk. Mulai dari rasa malas, susah berpikir, dan tidak ingin ada perubahan baru dalam hidupnya. Mau keluar dari zona nyaman pun susah. Dan fokus akhirnya, niat untuk berkarya pun sulit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar