Kamis, 09 Agustus 2018

Primbon


Primbon kalau aku kutip artinya adalah kitab yang berisikan ramalan (perhitungan hari baik, hari nahas, dsb); buku yang menghimpun berbagai pengetahuan keJawaan, berisi rumus ilmu gaib (rajah, mantra, doa, tafsir mimpi), sistem bilangan yang pelik untuk menghitung hari mujur untuk mengadakan selamatan, mendirikan rumah, memulai perjalanan dan mengurus segala macam kegiatan yang penting, baik bagi perorangan maupun masyarakat. Pengertian primbon begitu rumit dan begitu banyak memuat hal-hal yang mistis, sekaligus melegalkan melawan sains dan pemikiran yang murni dari akal. Ah, entahlah. Yang kadang terngiang, adakah primbon di luar negeri? Apakah hanya primbon yang ada di Indonesia saja? 
Kalau benar primbon itu adalah kitab berarti dapat wahyu Ilahi dari mana? Dan kalau menjadi sebuah kitab maka menjadi sumber rujukan hukum yang utama, untuk dilaksanakan dalam kehidupan. Tapi ada sebagian dari manusia modern di Indonesia yang kadang menolak perihal primbon yang termuat didalamnya. Baik isi yang baik, terlebih isi yang buruk. Apalagi berkaitan dengan ramalan, kalau dilihat dari konteksnya ramal memuat makna pasir yang digunakan untuk melihat nasib dari orang. Ah, begitu vulgar, kalau memang benar budaya ramal-meramal yang terpaksa dikitab menjadi barang keramat dan menjadi sistem pengetahuan masyarakat aku tidak setuju. Alasan mendasarnya, karena disitu banyak sekali skeptis, ungkapan keraguan, dan kadang masuk ke dalam pikiran yang irasional yakni kebodohan. Barang yang tidak jelas dinyatakan jelas, wujud yang non-fisik dijadikan keyakinan. Ah, semuanya begitu adanya. Namanya ramalan, kadang benar, kadang salah. Tidak ada kepastian dari wujud ramal itu sendiri.

Apalagi primbon dikaitkan dengan matematis, metodologi hitung yang telah pasti eksak terang tidak bisa ditafsirkan demikian. Kalau dibenturkan dengan religius keagamaan maka hasilnya bertolak belakang. Tidak bertentangan bagaimana, karena memang benar yang namanya hitung nasib, hari baik-buruk, hari naas, dan kondisi tertentu dalam alam terangkum dalam sebuah kitab primbon. Dan itu terukur dari perhitungan-perhitungan dengan kepastian alat ukur. Sederhana, entah patokan yang seperti apa, kalau ketemu nomor ini maka hasilnya ini. Dan itulah yang kadang mengerdilkan pikiran, membuat otak mampet dan berhenti disitu. Terjemahannya? Tidak ada, alasan mendasarnya karena itu hasil rujukan dari primbon. Ah, mustahil bisa terprediksi sedemikian baiknya. Memang dasar yang mana, untuk digunakan menghitung-hitung baik-buruk nasib manusia? apa karena manusia mempunya kebudayaan, dan lantas dalam kebudayaan serta nilai yang hidup. Dan kemudian menjadi turun temurun. Kalau sebagai hiburan semata boleh, yang menjadi tidak baik karena ada unsur dan kaidah yang menolah paham keagamaan. 

Kalau benar primbon menghimpun pengetahuan keJawaan, kenapa orang-orang luar Jawa juga banyak yang mengadopsi pengetahuan ini? Atau mungkin kebudayaan menjadi sebuah keilmuan yang bisa dipertanggungJawabkan secara ilmiah di kampus akademik. Jatuh akhirnya bisa digunakan sebagai referensi bahwa pengetahuan ini tidak lain dan tidak bukan dari sistem pengetahuan leluhur, moyang, dan pendahulu lainnya. Hingga akhirnya diminati sebagai akar kebudayaan, tapi disini aku setuju dengan hal tersebut. Karena selain mempertimbangkan kebudayaan, sebagai cikal bakal pengetahuan dan kelestarian pengetahuan, juga digunakan sebagai uji coba takdir kedepan. Karena tidak mungkin dapatkan pengetahuan tanpa adanya riset. Aku pikir pendahulu orang Jawa tidak bodoh, asal menuliskan kitab primbon dalam bentuk sedemikian sistemik tanpa didasari riset. Dan kemungkinan riset yang digunakan berlaku buat masa itu, entah masa mendatang seperti apa? Dan pikiran khayalku berangan kemungkinan hasil dari primbon lahir dari tetuah, dan pemangku kekuasaan. Menjadi bahan konsultasi, jadi semacam psikolog, dan dari beberapa pengalaman yang didapatkan menghasilkan benang merah, dan telaah dasar pasti. Pemikiran-pemikiran ini lahir-lah sebuah tradisi, kebiasaan, dan akhirnya membudaya. Tertulis, menjadi primbon dan perhitungan dalam budaya keJawaan. Menelaah kepribadian seseorang, dari tanggal lahir, hitungan weton, dan temuan-temuan angka berdasarkan perhitungan Jawa. Bisa menafsirkan jodoh, hari baik, hari naas, dan perhiasan atau pusaka apa yang cocok digunakan. Karena memang dulu kerajaan Jawa di tanah Jawa mengaut sistem kerajaan dalam melakukan pemerintahan. Sebuah peristiwa pengetahuan tidak akan lepas dari sejarah lahirnya pengetahuan itu sendiri.

Memuat ilmu gaib, itulah primbon yang kita kenal hari ini. Aku pernah beberapa kali membaca primbon. Dan kadang prediksi itu ada benarnya, terlebih kalau buruk dan salah selalu ditentang. Karena primbon pengetahuan untuk menghindari dan menolak hal yang buruk timbul. Bukan karena aku orang tradisionil, kolot, dan jauh dari peradaban. Tapi memang orangtuaku berasal dari Jawa, sehingga primbon menjadi bacaan yang lazim ada dalam kepustakaanku dulu. Dan memang unik untuk dipelajari. Mulai dari tafsir mimpi, karier (pekerjaan baik-buruk), tabiat, jodoh, doa, durjana, dan kepribadian. Semuanya terangkum secara terang, dengan memadukan dan mempersandingkan hitungan-hitungan tanggal Jawa. Semua perlu dipelajari, dan bagiku tidak cukup hanya dengan dua puluh empat sistem kredit semester dalam satu semester kuliah. Kalau ada jurusan primbon, mungkin aku ingin memilih jurusan tersebut. Alasanku adalah Jauh lebih masuk dan menancap benar pengetahuan Jawa dalam jiwa.

Terkadang primbon digunakan sebagai ritual untuk menghitung kapan hari yang baik melakukan upacara selamatan, memulai pekerjaan, memulai perjalanan hidup, dan segala macam berkaitan dengan kehidupan, seperti membeli barang besar. Dengan hitungan-hitungan demikian menjadi pengetahuan dalam masyarakat Jawa. Tujuannya untuk mengantisipasi gejala takdir terburuk dari manusia. Tidak khayal manusia Jawa dulu banyak yang meninggal dengan usia tua, bisa jadi karena hitungan primbon yang baik, dan mengikuti sesembahan dari lelur. Kadang primbon berkaitan dengan apa yang mesti dilakukan dalam hidup. Jadi selain aturan modern seperti perundang-undangan, hukum adat yang ada dalam primbon memberikan pengetahuan moral yang jauh lebih dalam. Itulah kenapa masyarakat Jawa selalu memperhitungkan segalanya, karena dengan perhitungan ada perencanaan. Dan dengan rencana, sehingga langkah ke depan akan lebih baik. Semoga pengetahuan masyarakat akan primbon tetap utuh dan baik seperti dahulu. Karena selain melestarikan kebudayaan, juga berguna untuk perhitungan baik-buruk dalam hidup. Aku rasa, lagi-lagi semua bergantung kepada perorangan, masyarakat yang menganutnya. Seberapa keindahan budaya dilahirkan untuk di jaga nilainya, atau malah sebaliknya, untuk dijadikan hal yang buruk. Semua adalah pilihan masing-masing.

1 komentar:

  1. Terima kasih informasinya. Kunjungi Juga Aplikasi Menghitung Weton Tanggal Lahir Secara Online dan Lengkap, Gampang Banget.

    https://www.panjinawangkung.com/2022/09/aplikasi-menghitung-weton-secara-online.html

    BalasHapus