Budaya adalah kebiasan yang dilakukan dalam masyarakat secara berulang dan bernilai baik secara berkelanjutan. Setidaknya definisi sedikit yang bisa aku jelaskan berkenaan dengan budaya yang nanti akan masuk dalam cerita. Kalau budaya lahir dari sebuah kebiasaan, tentu buka bersama dalam bulan ramadhan merupakan wujud dari budaya sendiri. Pasalnya dengan adanya buka bareng maka ada nilai baik yang terkandung didalamnya, bisa nilai spritual atau keagamaan, nilai kebersamaan, dan nilai guyub rukun. Sebenarnya bila di eksplorasi lebih mendalam, ada nilai yang tersembunyi dibalik konotasi budaya. Tapi hanya sedikit yang saya gambarkan. Tentu karena dilakukan secara terus menerus maka melekat dan menjadi kebiasaan hidup meskipun tidak tertulis.
Berkembang, ya! Tidak ada yang berjalan statis, tetap dan kekal hingga kiamat tiba. Semuanya mengalami perkembangan dan perubahan, dan inilah prinsip kehidupan manusia. karena sejatinya selalu berkembang, berubah, dan tergeser maka pahit pun wajib diterima sebagai cikal bakal dari fenomena alam. Bagaimana tidak, aku rasakan buka bareng yang dilakukan dua hari sebelum hari raya banyak yang tidak bisa hadir untuk melaksanakan budaya yang aku rasa ini perihal yang baik. Berbagai macam muslihat dan alasan yang pada ujungnya sulit untuk dijelaskan, itu hak para pemilik hak. Ya! Manusia dengan puluhan miliar tabiat dan pemikiran. Terlepas itu semua, aku mulai menyadari kalau sejatinya kebutuhan manusianya yang selalu berkembang dan berubah tadi. Penjelasan awal yang aku narasikan memang benar, tidak mungkin mengharapkan orang berpikiran statis, dan menjadi bahan refleksi. Sekalipun diperkosa dan dipaksa, Hak tetaplah hak, sejatinya tidak bisa diambil ataupun dirampas secara paksa. Kesadaran? So what, buat apa dipertahankan kalau memang kebutuhan mendasarnya sejatinya berubah.
Semakin kesini aku semakin berupaya merenungkan, kalau memang benar usia dan masa telah bertautan berubah. Mereka yang telah berkeluarga, mereka yang telah bekerja, mereka yang masih dalam masa studinya, dan mereka yang asik dengan kehidupan dimana sulit sekali untuk diterangkan. Dan hal inilah yang menjadi sah, dan semestinya begitu. Aku memang menjadi dari salah sebagian yang santai, tidak terikat dengan kerja yang serba disiplin, dan menekan untuk bekerja seperti robot, dikontrol, diatur dan dimanfaatkan tenaga hingga terkuras habis, dan lantas upah yang didapatkan tidak sama dengan pengeluaran. Aku disini masih pelajar, mahasiswa dan masih studi untuk mengambil pendidikan lanjutan. Dan memang kebetulan bersamaan dengan liburan selama tiga bulan lamanya, jadi usaha untuk berkumpul dan melakukan buka bareng tidak terhambat. Fenomena yang inti dari perkumpulan adalah bujang, kalau kalian bujang, apalagi bujang lapuk masih banyak kesempatan dan peluang untuk melakukan silaturahmi. Paling tidak dengan silaturahmi dapat jodoh, harapan demikian sah.
Ceritanya aku masukan, narasi diatas memberikan wawasan kepada kalian semua. Nanti masa dan perkembangan selalu berubah, dan itu menjadi sebuah kepastian yang sah dan tidak bisa ditolak. Ceritanya, kemarin aku, abu, nisrina, rizki, dan elok hanya berlima untuk buka bareng di rumah mbak puspita yang berada di randupitu gending probolinggo. Sebenarnya aku kebingungan untuk mencari tempat disana, karena memang baru pertama kali rasanya ada perumahan setelah sekian tahun aku berada di randupitu. Karena boleh aku bilang, dulu sewaktu aku sekolah dasar, menengah pertama berkecimpung di daerah randupitu. Tapi apa yang aku dapatkan malah sebaliknya, memang lahan kita sekarang mulai berubah menjadi lahan perumahan. Bayangkan saja, namanya sawah mulai digunakan sebagai investasi kavling. Wah, inilah yang nanti peradaban kita malah terpuruk, bukan membangun tumbuhan dan ladang agar kebutuhan dalam kehidupan selalu tercukupi akan tetapi membangun beton dan semakin mempersempit kebutuhan dalam kehidupan. Ah, semuanya berkembang, berubah sebagaimana mestinya alam berkembang, berubah. Sampai disana sekitar pukul lima tujuh belas menit. Aku tidak lama menunggu untuk berbuka puasa, karena memang aku meniatkan untuk terlambat, dan kemarin hadir terlebih dulu abu, nisrina, dan rizki. Kemudian aku, dan paling akhir adalah elok, karena dia yang paling pertama berkecimpung disini, dan kesannya sangat horor lokasinya. Kalau sore dan ada cahaya matahari masih mungkin berani. Lokasinya bisa aku bilang masih tidak wajar, masuk kedalam kurang lebih seratus meter dari lokasi jalan aspal. Dan ke timur itu berhadapan disawah, semacam padepokan kalau aku bilang sewaktu dahulu. Tapi dari sini ada point positifnya, kita bisa menikmati bagaimana kesejukan bercengkrama dengan alam yang ada disekitar. Dan baik juga buat berladang, dan nampak asri dari keramaian. Hanya untuk tingkat pemikiran bisa menjadi primitif kalau selalu berada disini. Pemikiran terkungkung, dan jauh dari peradaban.
Lepas berbuka bersama, kami berenam lebih tepatnya, sama tuan rumah mbak puspita bercerita dan berbagi berbagai pengalaman yang pernah ada selama setahun kebelakang. Dan nampaknya belum ada perubahan yang begitu signifikan, karena memang perubahan yang kita lakukan adalah perubahan dengan model evolusi. Berangsur-angsur lama dan pasti. Setidaknya optimisme itu yang akan kita bangun bersama. Elok dan Rizki diantara kami berenam yang telah melepas status bujang lapuknya. Kalau aku masih hal yang sama, dan sampai sekarang demikian. Setelah lama bercakap tidak terasa putaran waktu berjalan begitu cepat dan kencang. Tengok jam tangan ternyata telah menunjukan pukul delapan malam, dan setelah perbincangan yang tidak jelas mengenai apa, yang pasti bahasan tentang jodoh, karir, dan sehari-hari selama setahun sebelumnya. Itu yang aku bisa tangkap. Karena malam, kondisi jalan yang masih sawah, berbatu, dan horor tanpa pencahayaan. Akhirnya dengan motor bertiga kami beriringan berjalan beriringan, dengan posisi aku berada di depan, dan nisrina bersama rizki dibelakang, dan terakhir abu. Karena posisi didepan terpaksa aku nyalakan dim atau lampu atas, tujuannya untuk mendapatkan jarak pandang yang lebih jauh kedepan. Dan selama perjalanan pulang dengan nuansa yang horor semuanya terlintasi dengan aman, meskipun diakhir perjalanan motorku yang masih dingin mengalami sedikit ngadat dan mati, tapi langsung aku starter lagi dan aman. Semuanya berlangsung bahagia, meskipun diliputi dengan suasana yang mencekam horor. Lepas dari situ, aku pulang kerumah. Dan tentu mereka pulang kerumahnya masing-masing, aku tidak pamit dengan mereka, karena berada posisi didepan, dan rumahku berbeda haluan. Mereka bertiga dibelakang jurusan keselatan, sedangkan aku ke jurusan bagian barat. Akhirnya cerita ini aku akhiri, semoga buka bareng kedepan bisa lebih banyak, setidaknya itu harapannya. Meskipun aku pesimis, dan semoga bisa terlaksana lebih progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar