Minggu, 23 Desember 2018

PUISI │ Gelap


Semalam... Ku lihat daun pintu belakang rumah. Ku hampiri, ku dekati, dan ku coba untuk membuka. Kreeeek... engsel berkarat itu menambah suasana horor.

Tak ada cahaya, tak ada bola pijar, tak ada listrik yang menyala. Malam ini adalah malam penderitaan. Malam penuh kegelapan, malam penuh misteri, dan malam yang berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Itu yang aku sedang rasa.

***

Lantas ku beranikan untuk tetap keluar. Ya! keluar dari rumah, hanya untuk memandang awan yang sedang pekat-pekatnya. Bangun tengah malam kali ini memang tidak menyenangkan.


Dan ku coba menghampiri gemericik aliran air di sumbur bor itu. Ya! Sumur bor yang mengalir menambahkan suasana pobia. Mencoba meraih celana pendek yang sedang ku gunakan. Membukanya perlahan, dan seketika keluarlah kemaluan ku dari peranduannya.

Jongkok dan sambil memandang ke atas awan yang gelap pekat. Keluarlah kotoran itu dari sarang tubuhku ini. Nikmat rasanya, meski tanpa cahaya berpijar. Tak terbayang: buta.

Entah rasa apa yang terbayang, yang pasti malam itu malam yang warna-warni. Tapi yang paling kuingat adalah gelap. Seolah sadar; tapi seolah bermimpi. Berada antara alam nyata dan alam mimpi, mengantung gantung tidak jelas arahnya.

***

Bangkit lah aku dari kondisi awalku. Segera bergegas: mengenakan celana pendek yang ku yang sedang terbuka. Bergegas menyiram semua kotoran, dan masuk. Sambil sesekali memegang dan meraba-raba benda apapun. Berhentilah sejenak; sambil menengok langit di atas kepalaku.

Dan bergumam: Malam ini malam gelap tanpa cahaya lampu, tanpa cahaya bintang, dan tanpa cahaya bulan. Semua tertutup mendung. Gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar