Minggu, 13 Maret 2016

Rinduku pada-Mu

silviananoerita.com
Manusia sejatinya butuh yang namanya rasa bahagia, aman, tenang dan damai dalam menjalani setiap langkah kehidupan. Kadang kala uang, emas dan permata yang berkelimpahan tak cukup untuk membuat makhluk yang bertuliskan manusia ini bahagia. Kadang hanya sebatas kebahagiaan semu semata, kebahagiaan yang tak kekal, kebahagiaan yang hanya ada pada saat itu juga. Kadang kita beranggapan harta adalah indikator mutlak sebuah kebahagiaan. Materialisme itulah sifat kebendaan yang semuanya di indikatorkan dengan hal-hal duniawinya saja, lebih dalam pada itu mereka manusia yang berpikiran materialisme tidak bisa memandang kebahagiaan lainnya.

Rindu kadang muncul seketika waktu, tak kenal detik, menit, jam, hari, bulan, tahun bahkan dunia yang terikat dengan waktu sekalipun rindu tetaplah rindu. Pujangga berbicara tentang rindu, rindu yang tak hanya pada sesamanya, rindu tak hanya pada cintanya, rindu tak hanya pada kekasih hatinya, rindu tak hanya pada penciptanya. Kadang Rindu akan hal-hal sederhana. Rinduku padamu akan hadirnya mentari pagi kala itu diketinggian bersamamu. Surya pagi menyejukan hati, kala kulit kuning langsap ini tersengat derik panas setiap detiknya. Sang surya pagi ku selalu merinduhkanmu. Terlebih saat kemarin aku bersamamu, kalaupun boleh kutitipkan rinduku padamu sang mentari. Boleh ku ulangi saat itu beberapa waktu saja. Terkadang hal yang membahagiaan hati, terkadang hal yang membuat kedamaian dalam diri, terkadang hal membuat ku terlalu dalam syurga dunia ini sungguh cepat lenyapnya. Sungguh cepat mengilangnya, kedamaian dambaanku kala kemarin hanya bisa ku tuliskan dalam satu kata sastra yakni RINDU.


Wahai kau mentariku sekaligus penerang hatiku dalam ketinggian disaat itu, ingatkah kamu. Sesungguhnya rindu ini tak bisa terbendungkan, ibarat bendungan yang kokoh membendung ribuan kubik air. Rinduku melebihnya, dan bahkan siap menghantam bendungan kokoh itu. Biarku teruskan mengahantam dengan ketidak mampuanku, biar ku hantam dengan ketidak kuatanku, biarku hantam dengan semua ketidak tahuanku akan semua yang membentungmu hingga terciptalah kata RINDU. Oh rindu, kadang menyiksa kadang menderitakan sakit tanpa panah dan luka dalam jiwa. Kadang tak adil Tuhan ini, kenapa aku kau lumuti rindu, rindu akan mentari, cahaya, dan penerangku kala diketinggian itu bersama burung camar dan pohon pepohonan pagi dingin saat itu. Deburan angin pagi berhembus bersamaan dengan sisa deras air hujan mengingatkan akan arti sebuah ketenangan. Andai kubisa bersamamu kembali, andai ku bisa ku ulang waktu kala kemarin. Sungguh aku ingin sekali lagi menikmati roumansa bersama mu dengan mentari pagi, deburan angin kala pagi, siraman air hujan sisa semalam dan kicauan burung camar di ketinggian puncak disana. Oh Tuhan, sampaikan semuanya. Hanya sebait tulisan jelek ini, semoga harapan dan permohonan ku terkabulkan. Atas ijinmu wahai sang pemilik hati, atas ijinmu wahai sang penguasai setiap diri, atas ijinmu wahai sang penguasa jagad berserta isinya. Aku ingin menyampaikan kata-kata bahwa aku sungguh RINDU PADAMU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar