Sebenarnya, saya sedang bingung untuk menuliskan sesuatu di blog ini. Pertama, kurang motivasi untuk menulis. Kedua, sudah mulai bosan dengan menulis.
Terlepas dari dua alasan di atas, rasanya saya punya tanggung jawab moril untuk terus mengisi tulisan di blog ini.
Rasa-rasanya, hampir di bulan Mei ini, tidak ada tulisan saya yang terbit. Mungkin tulisan yang dibaca, dan muncul inilah tulisan pertama di bulan Mei.
Karena tidak ada materi yang akan saya ceritakan, jadi membicarakan soal bulan ramadhan. Sebenarnya, bulan ramadhan tahun ini sama seperti bulan ramadhan yang lalu.
Kondisi dan suasananya sama, ya! Tetap sendiri, dan hanya bersama keluarga, yakni Ibu. Barangkali, beda cerita kalau nanti saya berpuasa dengan keluarga kecil sendiri.
Well, bulan ramadhan adalah bulan terbaik dari segala macam bulan yang ada. Itu adalah kepercayaan bagi umat muslim yang terbangun.
Bulan ramadhan adalah panggilan buat umat muslim yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa, ngaji, tadarus quran, dan sodakoh.
Selain itu, Bulan ramadhan adalah bulan pengampunan. Ini sebuah cerita leluhur dulu, konon sanak saudara yang meninggal akan diberikan ampunan dan dilapangkan kuburnya, entah percaya atau tidaknya, wallahuallam bisawab.
Ramadhan adalah bulan puasa, jadi kita musti bisa menahan rasa haus dan lapar. Setidaknya itu yang nampak, selain alasan untuk menahan rasa haus dan lapar, juga menahan egoisme atau amarah.
Nah, disinilah yang menjadi sisi sulit dari sekedar menahan haus dan lapar. Pada prinsipnya, setiap manusia yang kekosongan asupan gizi, terlebih karbonhidrat, kecenderungannya adalah mudah marah.
Maka, pengendalian diri adalah yang paling utama. Ujian di bulan ramadhan itu berada di sisi menahan amarah.
Lalu, bagaimana jika kita tidak bisa menahan amarah? Apakah membatalkan puasa kita?
Secara prinsip, puasa kita tetap terhitung, akan tetapi, kepercayaan dan keyakinan yang dibuat mengatakan: kalau puasa yang tidak mampu menahan hawa nafsu hukum fikh adalah makruh atau tercela.
Artinya adalah, yang hanya kita dapatkan yakni rasa haus dan rasa lapar saja. Selebihnya, untuk pahala, kemungkinan tidak kita peroleh. Sebab perilaku yang masih belum tuntas menahan ujian hawa nafsu.
Oleh karenanya, penting untuk menjaga amarah itu agar tidak meledak-ledak di bulan ramadhan. Lalu, bagaimanakah caranya?
Pertama, biasakan untuk berucap istigfar. Pada saat ada yang menghasut kita untuk merasa marah, sesegera mungkin mengucapkan kalimat istigfar sebanyak-banyaknya.
Kedua, cuci muka dengan air. Hal selanjutnya yang bisa dilakukan, apabila kita sedang marah adalah dengan mencuci muka di wajah kita.
Terbilang sederhana, akan tetapi, cara ini bisa tergolong efektif untuk dilakukan. Terlebih bagi kita yang mudah emosi, setidaknya sediakan botol air yang berisi air.
Ketiga, menghindar dari pusat kemarahan. Cara yang efektif selanjutnya adalah menghindari pusat konflik yang bisa menimbulkan kemarahan itu muncul.
Memang terdengar aneh, tetapi bisa kalian coba. Menghindar bukan berarti takut akan masalah, melainkan untuk menenangkan diri agar tidak ikut ke dalam pusaran arus kemarahan.
Keempat, memukul benda empuk. Nah, cara yang bisa dilakukan adalah memukul benda empuk, seperti: bantal.
Cara keempat, merupakan kelanjutan dari cara ketiga. Menghindar dari masalah, untuk menuju ke tempat yang privat, dan melampiaskan kekesalan itu dengan memukul benda empuk.
Kelima, wudhu dan lanjut sholat. Cara ini buat kalian yang benar-benar lagi emosi, lumayan efektif untuk meredahkan.
Keenam, perbanyak baca komik, atau lihat youtube. Marah, sebal, dan kesal adalah sifat buruk yang melekat dari diri tiap manusia. Tidak ada yang salah, tinggal bagaimana kita mampu untuk mengatur, mengelolah, dan memanajemen semua itu dengan baik.
Oleh karenanya, sifat buruk itu hanya ada pada pola pikir kita. Dengan mengalihkan perhatian pada komik, atau tayangan youtube, akan lebih efektif untuk menghilangkan amarah di bulan ramadhan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang sabar. :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar