Selasa, 26 Desember 2017

Catatan Akhir Semester

Kuliah yang aku jalani selama kurang lebihnya enam bulan lalu memberikan dampak yang lumayan besar dalam perkembangan hidupku. Memang kadang ada rasa iri dengan teman-teman sebelahku yang diantara mereka kuliah sambil bekerja. Dan ternyata, pula sewaktu awal pra-pasca sekitar pertengahan bulan Agustus tahun dua ribu tujuh belas kaprodiku melakukan lobby untuk kuliah kita selama satu semester kedepan. Dan hasil yang disepakati membuah hatiku gundah gulana, kenapa tidak? Karena hanya memutuskan dua hari perkuliahan saja dalam seminggu kedepannya. Setidaknya ada lima hari yang kalau dikalikan dua puluh empat jam menjadi seratus duapuluh jam membusuk dalam ketidak jelasan. Sebenarnya ada rasa kecewa dalam batinku, kenapa aku berbeda dengan mereka yang sudah bekerja, berkarir dan sibuk mengembangkan potensi diri mereka. Dan sedangkan aku sendiri? Membusuk, membatang, berhalusinasi dengan ketidakadaan kesibukan di kontrakan. Terlebih kontrakan yang memang sudah kontra-produktif. Penuh dengan intrik dan kedzoliman, kadang muak dengan agenda serapah yang diperankan sebagian oknum-oknum itu. Kalaupun bisa aku kutu dia, ku kutuk dia tidak lagi menjadi manusia.
Perubahan besar yang aku alamai yakni, memberikan wawasan tambahan tentang akan pengetahuan yang ada. Memang selama ini program studi  inilah yang aku butuhkan dan kutunggu-tunggu kehadirannya. Sejak dulu cita-cita dan harapanku untuk menjadi magister menggebu. Terlebih dorongan dan semangat orang tua memberikan motivasi pada diriku akan cita-cita yang segenap tenaga aku perjuangkan. Terlepas membusuk dengan ijasah magister yang penuh dengan tugas-tugas yang kadang memberatkan dalam perjalanan kuliah ini. Tapi lebih dari itu, harapan-harapan-harapan menjadikan kebanggaan orang tua. Terlebih orang tua lelakiku yang sangat ku cintai yang sekarang insyaAllah bersama Allah dan Rosul di Surga sana. Selebihnya perjuangan ini akan aku teruskan lagi di semester kedepan.

Menemukan teman-teman baru, dan kadang ada yang lama pula. Karena memang sejatinya aku masuk kuliah di Universitas dan lulusan dari Universitas yang sama pula. Demikian nasib tentang teman-teman ku yang ada di bangku kuliah. Kami hanya ada delapan belas orang, dengan beberapa kondisi yang beragam. Membusuk tanpa kegiatan di Malang itulah aku, tiada hari tanpa kepastian. Perlajanan waktu terus berjalan, Agustus sampai hari ini Desember memberikan bermacam-macam cerita. Utamanya cerita duka tentang tugas kuliah yang kadang tak ada spasi antar satu dengan lainnya. Kadang berpikir, kenapa tugas ini melanda dengan begitu hebatnya. Terlebih aku ingat masa-masa perkuliahan berakhir. Tagihan demi tagihan ibarat dipalak preman pasar dengan segudang perlengkapan yang kalau tidak kita berikan tagihan disaat itu juga maka mati pilihannya. Tapi semuanya hanya tentang usaha, seberapa kuat dan tangguhkah kita. Dan disinilah untungku ketimbang mereka-mereka yang berkarir, dan mengembangkan potensi dirinya. Jadi semulanya membusuk, dan aku yang menjadi bangkai kembali bangkit dan menggunakan pemikiran demi untuk semangat mendapatkan prestasi dalam meraih gelar magister di Program Studi S2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Memang ada yang berbeda perihal spiritku saat Sarjana dengan Magister, dulu rasanya aku masih sarjana bawaannya semangat dan ingin mendapatkan prestasi gemilang dan terlebih disisipkan dengan kegiatan non-akademik yang mendorong aku mengembangkan potensi diri. Akan tetapi aku yang sekarang menginjak bangku di Pasca berbeda dengan yang dulu, atau memang sejatinya akulah yang bodoh atau bagaiamana akupun tak mengerti dan memahaminya. Bulan demi bulan aku dan teman yang lain alami, sempat ter-presuer dengan satu mata kuliah yang kali ini tidak aku sebutkan. Memberikan dampak yang besar dalam kehidupan kami dikelas, ada yang nyinyir dosen apalah ini. Dan sempat aku teringat, ini beban dan pembunuhan karakter. Tapi dendam tidak pernah tergores sedikitpun dalam hatiku. Menjatuhkan mental sejatuh-jatuhnya karena kesalahan yang memang itu kesalahan dalam penulisan saya, yakni aku tidak membubuhkan kata PANCASILA dalam program studi dimatakuliah itu. Disini aku maju, dan dihujat dalam matakuliah itu. Jadi dari sinilah kenangan dan catatan semester ini yang aku sebagai bahan kalau aku perlu namanya mengkoreksi secara detail tentang apa yang aku buat. Karena akibat dari kelalaian maka tanggungjawabilah sebagai buah akibat dari perbuatan terdahuluku.

Lepas dari hal tadi, aku juga sempat mendebat salah satu dosen yang mata kuliahnya asik untuk menjadi bahan perbincangan. Tapi malah hasil yang aku peroleh tidak sesuai dengan apa yang aku usahakan. Mungkin memang aku perlu berpikir, bahwa dosen juga manusia yang terkadang kalau mental dia dijatuhkan tidak mau juga, terlebih dalam forum yang ada di dalam kelas. Terang ada banyak pertimbangan sehingga nilai yang saya peroleh hanya baik saja. Tidak ada istimewanya, dan kemungkinan karena saya yang memang tulisan tangan semi dokter spesialis yang brutal dan tidak karuan bentuknya. Tapi lepas dari itu semuanya, aku bisa bercermin bahwasanya, jangan membuat orang lain terpojokkan. Dan inilah buat dari perbuatan saya yang selama kuliah alami dan akhirnya saya hanya mendapatkan nilai sebegitu.

Mencoba untuk berbaur, layaknya kuliah sarjana ternyata cenderung susah. Karena memang skala berpikir aku dan mereka berbeda pula. Kepentingan-kepentingan lebih ditonjolkan terlebih lagi bagi mereka yang sibuk dengan berkariernya, akan tetapi menjelang beberapa bulan kedepan setelah masuk aku dan mereka mulai akrab. Terbukti bisa membagi waktu dengan yang namanya tugas kuliah, main, dan kerja yang mereka lakukan. Sekitar bulan awal november aku dan teman kelasku bermain ke salah satu wisata di Poncokusumo Malang, yakni Coban Bidadari. Jadi kalian yang pasca, janganlah berucap kalau namanya magister tidak bisa bermain dan bercanda. Stereotip seperti itu sudah tidak berlaku bagi aku dan teman kelasku. Keakraban kita mulai terbentuk setelah beberapa bulan menjalin komunikasi. Jauh kedepannya semoga aku dan teman kelas bisa jauh menjadi keluarga. Terkhusus buat Bunda Dewinta, yang tegar, kuat dan sangat prima dalam kelas menjalani perkuliahan walaupun kondisi dalam tubuhnya sedang hamil. Dan InsyaAllah kabar yang diberikan dalam minggu ketiga ini kita di kelas kehadiran keponakan baru yang juga belajar selama kurang lebihnya enam bulan. Sehingga, perkuliahan kita selama ini tidak lagi delapan belas anak akan tetapi ada sembilan belas anak dengan bon satu anak yang masih dalam kandungan. Aku doakan, semoga anak Bunda Dewinta sehat dan bisa menjadi anak yang sholeh jika lahirnya laki, dan sholehah jika lahirnya wanita. Jadi anak periang, cerdas, dan tentunya mengikuti arah binaan orang tuannya.

Dan kecemasanku akan karir sudah terkubur, karena aku sadari. Memang akhir tahun dua ribu delapan belas banyak petaka yang melanda, sehingga akupun tidak lagi terfokus pada namanya karir. Karena faktor utama, lelaki terhebat di keluarga dipanggil Allah SWT. Dan tentunya berkabung sampai seratus hari dirasakan, jadi saya merelakan enam bulan lebih ini tanpa ada proses karir sepanjang perkuliahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar