Kamis, 15 Juni 2017

Indonesia; Teror dan Kemunduran Pemikiran

Indonesia dikenal dunia dengan negara yang memiliki beragam suku, budaya, agama, ras dan golongan. Disatukan oleh satu dasar negara yakni Pancasila yang berguna untuk perekat dan kerukunan serta pemersatu bangsa negara Indonesia. Sebagai negara yang sudah menginjak hampir usia 73 tahun, apabila di ibaratkan sebagai manusia usia ini merupakan usia yang cukup tua dan hanya tinggal menunggu ajalnya. Tapi berbeda apabila diibaratkan dengan negara, Indonesia harus mampu kuat dan kokoh ditengah pergulatan era yang kian lama kian memprihatinkan. Saya mengamati tampak sekali keadaan  yang kurang baik, baik dari skala daerah hingga nasional. Banyak ditemukan permusuhan lewat berbagi media, baik internet (media-sosial), televisi dan media cetak lainnya yang memuat berita yang pada intinya perpecahan negara bangsa Indonesia. Baik dengan menggunakan media yang berkepihakan, dengan modus menggulingkan kekuasaan secara inkonstitusional, dengan kekuatan people power (kekuatan massa), ataupun dengan jalan demonstrasi besar-besaran. Sebenernya langkah tadi adalah hal yang jahat, karena menggulingkan pemerintahan yang sah. Dan jelas dilarang agama manapun, karena berakibat pada kerusuhan yang berdampak  demonstrasi berujung pada kematian.


Sejenak kita putar sejarah kebelakang, penggulingan dari era Soekarno kita tidak bisa menutup mata akan sebuah peristiwa bersejarah. Sebelum berganti pada era Soeharto pada tahun 1965 terjadilah peristiwa besar yakni mencuatnya kudeta dari Partai Komunis di Indonesia. Banyak korban Jendral dan Sipil yang berjatuhan hingga pada perampasan kekuasaan dengan diturunkannya surat perintah 11 maret 1966. Beranjak menuju ke era kedua pada masa Soeharto yang guling akibat kekuasaan pemerintahan pada saat itu, dan kebebasan dalam demokrasi yang di tekan berdampak pada reformasi besar tahun 1998. Banyak korban yang berjatuhan karena penggulingan kekuasan oleh rakyat yang menuntut dilakukan reformasi. Lepas dari reformasi 1998 penggulingan kekuasan juga terjadi pada era Gus Dur, karena politik pada tahun 2001-2002 yang didalangi oleh koboi senayan berakibat pada penyerahan kekuasaan Presiden kepada wakil presiden yakni Megawati. Tetapi dari peristiwa lengsernya Gus Dur tidak terjadi pertumpahan darah, sebenarnya ratusan ribu santri yang rela mati demi perjuangan Gus Dur. Tetapi dihalau oleh Gus Dur karena beliau berujar tidak ada kekuasaan yang dibela mati-matian apalagi terjadi pertumpahan darah. Dari beberapa sejarah peristiwa yang telah terjadi memberikan pelajaran bagi kita semua, kalau perampasan kekuasaan sudah barang tentu akan berdampak pada kekacauan di Negara. Syukur bila tidak ada korban, tapi semoga dijauhkan dari kudeta ataupun makar.

Berangkat dari sebuah fenomena kasus Ahok pada akhir tahun 2016 yang berakibat pada aksi besar dengan simbol Bela Islam, membuat perpecahan dalam tubuh Bangsa Indonesia. Sadar ataupun tidak, akibat niat ataupun kelalaian kepala daerah Ibukota Indonesia berdampak pada pemberitaan Nasional. Karena pengucapan pada pidatonya di Kepulauan Seribu Jakarta Utara yang berkaitan dengan kunjungan kerja dan dalam pidatonya menyinggung tentang Al Qur’an, kitab suci agama Islam. Dan dikaitkan pula dengan momentum pemilihan daerah yang akan dilaksanakan pada tahun 2017. Berangkat dari sinilah, kekuatan massa Islam di Indonesia bergejolak. Saya melihat, banyak politik yang terselubung disisipkan dalam kasus Ahok yang berujung pada vonis hukuman 2 tahun penjara. Saya melihat dari kedua sisi, sebenarnya kesalahan tidak semata pada Ahok apabila kita merenungkan bersama. Selepas masa pilkada dan vonis hukuman dari hakim kepada Ahok baranglah tentu kita bersatu dan mendukung pemerintahan. Tetapi faktanya berbeda, pemikiran saya pun jalan. Apabila pemerintah hari ini di teror dengan isu pemberitaan lewat media-media akan terjadi aksi besar-besaran dan berujung pada penggulingan kekuasaan. Malah sebaliknya, kegiatan yang sporadis (memisah) terang terlihat dari permukaan. Terbukti dari berbagi media sosial yang ada, lautan opini bebas bertebaran. Banyak berbagai macam berita yang apabila dibaca banyak ujaran permusuhan dan kebencian yang termuat di dalamnya. Utamanya terhadap pemerintah, inilah sebuah teror yang sederhana dan tanpa kita sadari apabila melarut tanpa penyelesaian akan berakibat pada kemunduran peradaban di Indonesia. Kenapa bisa dikatakan sebagai kemunduran? Karena dengan dibuatnya aksi terjadilah penghambat kemajuan peradaban, yang seharusnya bersekolah, berkerja, dan berdagang terhalang oleh aksi. Tak khayal, jika terus menerus terjadi bisa menyurutkan pembangunan.

Teror yang tak hayalnya seperti pembunuhan, akan tetapi dilakukan secara masive dan tersistemik dalam dunia maya menjadikan pemikiran negatif pada masyarakat akan pemerintahan. Terbukti dengan banyak akun dalam media sosial yang semula tidak aktif  bergeming, mulai bergeming memunculkan rasa kebenciannya terhadap pemerintahan. Miris saya melihatnya, mulai dari kenaikan listrik dikaitkan dengan pemerintahan yang sekarang. Coba merenung bersama, mari kita kontemplasikan bersama-sama. Subsidi yang selama ini diberikan kepada rakyat menurut saya adalah bentuk sebuah kemunduran bangsa negara. Karena terang semangat juang untuk kemajuan akan berkurang dan bergantung hanya kepada pemerintah dan negara. Mari kita buat pemikiran yang terbalik, sekarang mulailah dengan pemikiran dalam hati, apa yang telah saya perbuat untuk bangsa dan Negara Indonesia? Sebagai motifasi untuk selalu tumbuh berkembang maju menghadapi perkembangan peradaban zaman. Memang benar termuat dalam Undang-Undang Dasar Indonesia bahwa orang miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara, akan tetapi kebergantungan inilah yang mustinya kita minimalisir. Seharusnya pemikiran kita sampai pada hal ini, masalah ekonomi atau seporsi makanan adalah masalah bersama, yang diselesaikan dengan cara bekerja. Apabila kita kaji secara sosiologi, kriminalitas banyak terjadi dimasyarakat karena adanya ketimpangan ekonomi. Mau berpikir bagaimana kalau perut sudah tidak terisi. Makanya pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah dengan didukung Sumber Daya Manusia yang bagus.  Negara bisa dibilang sudah tidak mampu lagi memberikan potongan-potongan harga dalam berbagi kebutuhan, akan tetapi saya optimis ada hal yang lain jauh di balik kenaikan harga tarif listrik. Bisa jadi perputaran pendapatan dari kenaikan disilangkan ke belanja yang lain. Teror isu berkelanjutan pada rezim Jokowi, mendengar berbagi info dari WhatsApp kalau partai pendukung Jokowi pro terhadap negara luar. Sungguh ironi saya mendengarkan hal demikian, kenapa ketakutan muncul dan timbul? Kemunduran terjadi apabila rasa tidak saling percaya dimiliki antara negara dengan rakyatnya. Memang inilah resiko dari sebuah negara berkembang yang menganut demokrasi, kebebasan adalah hal mutlak. Teror terbaru yang terjadi adalah persekusi yang berujung pada penghakiman sesorang dengan jalan yang sangat sadis. Memang benar hukuman sosial jauh lebih berat daripada hukuman kurungan ataupun denda. Walaupun hukuman sosial terjadinya sebentar, tapi bila manusia yang kurang mental bisa berdampak pada bunuh diri. Dan sebentar tapi dampaknya meluas, apalagi zaman serba teknologi membuat informasi tanpa disaring masuk dan membuat pikiran-pikiran manusia berubah seketika dan beranggapan kalau pesan berantai itulah yang benar. Pembubaran Ormas juga menjadi pembahasan, saya sangat setuju dengan langkah pemerintah yang membubarkan Ormas anti Pancasila. Kenapa demikian? Karena jelas merusak bangsa yang telah lama merdeka. Dan barang tentu akan merusak tatanan negara yang sudah baik selama hampir 73 tahun. Mau diganti ideologi apalagi di Negara tercinta? Ideologi Islam? Lantas bagaimana dengan pemeluk agama lain dan kepercayaan lain? Ideologi Kapital? Lantas bagaimana dengan masyarakat yang kurang mampu, apa mau dibiarkan? Ideologi Sosialisme? Lantas bagaimana kepemilikan barang pribadi apabila harus digunakan untuk fungsi sosial?
Takdir yang telah Tuhan berikan kepada Negara Indonesia, jangan lagi hanya berkelut tentang ideologi, mari kita bersama memajukan bangsa negara yang lagi berkembang. Permasalahan zaman yang ada adalah tentang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Pikirkan setidaknya 3 hal tadi, kesenjangan dan perpecahan kesampingkan mari sejenak melek pendidikan politik jangan mudah terprovokasi juga teradu domba oleh pemikiran lewat pesan berantai tadi. Mari sebagai manusia yang arief pemikirannya untuk paham manajemen konflik agar tidak mudah terhasut dan naik darah akan pemberitaan ataupun fenomena yang terjadi akhir-akhir ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar