Gerimis kala itu
mengingatkan saya akan 4 tahun yang lalu sewaktu saya masih di bangku sekolah,
mendapatkan motivasi dari kakak tingkat untuk menuliskan 100 target yang akan
dicapai dalam kehidupan. Belia berucap “tuliskan 100 tergetmu dalam bentuk
nyata, jangan diangan-angan, karena kamu bisa lupa”. Bodohnya kala itu, saya
juga menuliskan harapan yang tak jelas arahnya, layaknya anak TK yang
diperbudak dengan harapan dan harapan. Gerimis kala itu mengajarkan saya untuk
berfikir akan alam dan kehidupannya, kadang hidup itu mengalir bagaikan aliran
air, kadang tenang, dan kadang kala berguncang. Semua fenomena itu adalah
peristiwa ilahi yang lumrah adanya.
Gerimis dengan bola pijar 40 watt dalam
gudang busuk memberikan formula tersendiri untuk merenungkan hal pasti, kadang
realitas hari ini menjadikan saya lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Terhantui oleh harapan kadang membingungkan dan membelenggu pikiran hingga
akhirnya depersi berkelanjutan terjadi. Sejenak saya berbicara dengan bola
pijar, saya padangi dia dari kegelampan cahaya malam. Lalu bertanya, kenapa
dunia ini sedemikian kompleks? Apa saya yang salah menilai dunia? Apa saya yang
terlalu bodoh menelusuri dunia? Atau dunia sendiri yang membodohkan dirinya
lantas saya pun ikut pada kebodohannya.