UPAYA PELEMAHAN KPK DARI BERBAGAI PIHAK
KPK (Komisi
Pemberantas Korupsi) merupakan salah satu lembaga negara yang diberikan tugas
dan wewang dalam kasus korupsi yang ada di Indonesia. Lembaga ini mendapatkan
berbagai tekanan, yang pada awalnya di akhir tahun 2009 KPK yang tengah menyelidiki
kasus Century yang melakukan penyadapan terhadap beberapa petinggi Polri. Mungkin
merasa gerah, Polri malah jadi mempermasalahkan upaya penyelidikan KPK itu (majalahdetik.com
edisi 37, 13-19 Agustus 2012). Permasalah lain dari Porli berkenaan mengenai
perebutan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator Surat Izin
Mengemudi (SIM) kendaraan roda dua dan roda empat. Sehingga berujung pada
konflik atau manuver politik dari Porli.
Bulan Oktober
2012 KPK pun mulai terjadi pergejolakan, tidak hanya dari Porli bahkan perang
antara Polisi dan Tentara nyaris Pecah di KPK. Dari tempat kejadian banyak
belasan mobil masuk gedung KPK. Dari mobil itu keluar personel polisi
berpakaian preman dan personel Densus 88 yang semuanya membawa senjata. Banyak
dari mereka saat masuk menggunakan bentakan dari Porli dengan kata-kata bahwa
ini adalah tugas negara saat masuk ke dalam gedung KPK yang dengan tujuan untuk
membawa Kompol Novel Baswedan (majalahdetik.com edisi 46, 15-21 Oktober 2012).
Konflik ini membuat lembaga yang dibuat oleh negara menjadi lemah fungsi dan
wewangnya, sebab saat ada kasus korupsi Porli dan Tentara ikut didalamnya.
1
|
2
|
Hingga muncul
istilah cicak buaya, dan Istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh Susno
Duadji, yang saat itu masih menjabat sebagai Kabareskrim Polri berpangkat
Komjen. Bukan hanya dari kalangan Porli yang ingin melemahkan KPK akan tetapi
ada dari lembaga militer negara Indonesia yang juga berpengaruh untuk
melemahkan KPK. Hingga datangnya RUU (Rancangan Undang-Undang) mengenai KPK
yang isi secara subtansi melemahkan KPK, dengan demikian manuver politik nampak
dalam DPR RI sehingga agenda terselubung dari DPR RI. Saat KPK
menjalankan tugas, idealnya
KPK mendapat dukungan
secara politik dari
DPR. Revisi UU KPK yang merupakan agenda terselubung secara
politik patut diwaspadai. Seharusnya DPR RI sebagai institusi politik
yang mewakili rakyat harus memberikan dukungan politik kepada KPK agar KPK
mampu menjadi lembaga mandiri, independen, berwibawa untuk memberantas
korupsi.
Hal ini
pun pasti akan berdampak pada pada negara dan masyarakat yang ada di Indonesia.
Dan apabila lembaga seperti KPK ini peranan, tugas dan wewenangnya semakin
dikurangi akan manjadikan korupsi yang ada di Indonesia akan semakin bertambah.
Dan dengan adanya konflik juga antara KPK dengan Porli dan Tentara hingga
terjadi kontak fisik yang menyebabkan perpecahan dalam pemerintahan dan akan melemahkan pertahanan
negara juga jika konflik ini berkelanjutan terus.
Fenomena
yang ada diatas penulis tertarik untuk mengkaji mengenai siapakah pihak yang
ingin melemahkan fungsi, peranan dan tugas KPK dari tersebut, dan tujuan apa
yang di inginkan oleh oleh pihak yang kontra terhadap tugas dan keweangan KPK
ini. Dan hal yang demikian pasti akan berdampak pada negara Indonesia dan
Masyarakat yang Indonesia. Manuver politik dari Porli dan Tentara yang
berkonflik dengan KPK akan berkaibat pelemahan ketahanan negara, yang
seharusnya mereka sebagai HANKAM malah berkonflik dan bermanuver dengan
lembaga-lembaga yang ada di negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar