Minggu, 22 Juli 2018

Wirausaha


Belajar itu tak pernah kenal waktu, tempat, dan siapa guru yang bisa kita serap ilmunya. Setidaknya definisi itu yang bisa Aku rangkum dari hasil percakapan singkat dengan sesosok bapak tua. Entah usia berapa dan namanya siapa? Aku tak jelas bertanya, alasan sederhana Aku berkata; sok akrab. Jadi pagi itu Aku hanya bertanya dari mana asal tinggalnya.
Respon dari bapak tadi ternyata positif dan hangat, beliau berasal dari Liprak Kulon, dan itu masuk wilayah Kecamatan Banyuanyar. Sedangkan tempat dimana kita sedang bercakap berada di perbatasan antara Curahsawo-Pasuruan. Aku sebenarnya kaget, entah Aku yang terlalu bodoh atau seperti apa? Lantas Aku tanya kembali kepada bapak tadi, kenapa tidak kulakan di Sebaung? Karena bagiku pribadi, Desa Sebaung itu secara lokasi lebih berdekatan dengan Liprak Kulon. Tapi terjawab setelah beberapa waktu, beberapa alasan yang terungkap pertama, selisih harga. Dan ini pelajaran penting bagiku, selisih harga disini memang dicari. Meskipun selisih 500,- rupiah jarak yang jauh pun berani beliau tempuh. Kalau bisa Aku jelaskan jauh jaraknya, sekitar 6-8 kilometer. Akh, nekat benar, tapi itu faktanya. 

Kedua, karena alasan psikologis, Aku dapatkan ilmu dari sini. Ternyata jika kita berdagang, atau usaha harus memiliki sikap yang baik terhadap pembeli. Kalau tidak, pembeli tidak akan kembali, jatuh akhirnya pasar pun tak terwujud. Meskipun kecil bertemunya penjual dan pembeli itu sama halnya pasar, dan saat penjual dan pembelinya tidak saling terjadi klop atau mutualisme menjadi kerugian. Utamanya kerugian dari penjual, dari percakapan yang berbeda pula beliau mengutarakan jikalau menjual itu harus jujur, kepercayaan pada pembeli musti dibangun, dan catatan penting jangan mudah nyinyir. Ini menjadi inti karena mendominasi percakapan, dan isi inti dari pertemuan singkat pagi itu. Sehingga Aku memahami, ulet saja tak cukup bila mulut dalam lidah tidak bisa diatur. Memang perasaan rentan sekali tergores, meskipun produk ataupun harga dari barang kita berkualitas dan murah kalau perasaan tergores. Pembeli tidak akan kembali, cacat, kalau istilah jawa cidro.

Sambung terus cerita dari beliau, yang pada pokok masalahnya berucap; kalau wirausaha, pedagang dengan model perancangan rumah tangga adalah besar hasilnya. Maksudnya pendapatan yang dihasilkan lumayan untuk keperluan rumah tangga. Kalau dibandingkan dengan model usaha yang lain, seperti tambak, tani, dan ladang lainnya tidak terlalu menjanjikan seperti berdagang. Itu point inti yang Aku kenang, tapi ada catatan dari beliau bahwasanya pedagang perlu pintar mengatur, Mengelola, apabila dagangan semakin menyusut. Dan pemasukan tidak ada, bearti tidak berjodoh dengan usaha dagang. Ada problem dari pengaturan keuangan. Terlebih bagi mereka yang baru merintis usaha dagang perancangan rumah tangga. Karena memang menjanjikan, tapi butuh membangun pasar sendiri, artinya membangun relasi antar penjual dan pembeli. Selain kejujuran, kepercayaan, juga harus ada etika dalam berdagang. Karena sejatinya pembeli adalah aset hidup dari roda pasar yang telah kita buat sendiri.

Wirausaha bagiku bukan hal yang buruk, sekalipun pendidikan tinggi. Benar Nabi-ku berkata; berdagang; berniaga. Itu cara yang paling baik untuk membawa informasi, selain memperbaiki ekonomi, bisa digunakan media dakwah dulunya. Bisa pula digunakan sebagai media pendidikan. Semua roda-roda kehidupan dimulai dari cara berniaga. Tentu selain mendapatkan informasi, bisa mencukupi kehidupan berumah tangga. Tapi catatan dari Nabi adalah imbangi neraca itu. Makna terdalamnya adalah jangan mencuri timbangan, karena itu akan merugikan. Membangun kepercayaan yang kurang, dan tentu membuat matinya roda perdagangan secara perlahan. Inti sari itu yang bisa aku serap, selebihnya hal-hal teknis dalam berdagang, dan memang konsep dari seorang yang aku temui tadi lebih banyak kepada hal perasaan. Kalau ilmu sedikit yang ku dapatkan, karena memang tidak butuh ilmu lebih tinggi jika membuat usaha perdagangan.

Catatan yang ku buat sendiri ialah; mengatur finansial memang mudah diucapkan, ditulis dengan kata ataupun kalimat indah dalam sastra. Tapi jika melihat dan mengalami real di lapang akan banyak ditemukan berbagai macam persoalan. Aku akan berusaha dan terus berusaha belajar, mencari ilmu baru, mencari pengalaman baru. Dan tentu berguru kepada setiap orang yang ada di sekitar, tak pandang status sosial, dan tak pandang pendidikan yang di embannya. Jelasnya, pengalaman mendewasakan, dan tentu memberikan ilmu sendirinya. Aku akan mencoba mengimplementasikan wirausahaku sendiri. Setidaknya membangun aset-aset pembeli. Ini lah masuk ke wilayah bisnis, menyimpang dari studi? Tak mengapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar