Senin, 23 Juli 2018

Berkebun

Ingatan ku seketika itu kembali pada sosok kecilku dulu. Usia yang lembut, selembut salju, mengkhayal seolah alam dan tumbuhan selaras harmonis menjadi surga kecil dalam anganku. Entah mengapa, seolah aku merasakan de javu dalam diriku. Atau karena aku telah terhipnotis dari bercocok tanam di kebun belakang rumah tadi? Padahal memori yang terpendam cukup lama, mulai muncul terkuak seketika di tanah; bumi tumpah lahirku. Akh, bermunculan seketika, membuat mengenang-mengulang memori yang ada di masa sekolah dasar. Ceria saat mengenal ilmu tanah, air, dan cara menanam tumbuhan yang baik dan benar. Setidak-tidaknya, ada rasa hati kembali pada memori masa kecil lagi.

Masa kecil dulu, jauh sebelum perkembangan dunia teknologi yang begitu pesatnya, televisi, smartphone, internet, sistem komunikasi yang berjalan sedemikian cepatnya. Aku merasakan masa kecil dulu ibarat surga dalam kenangan, tak ternilai harganya. Seberapa pun nominal dollar yang akan dikeluarkan, tak cukup membeli memori masa kecil ku. Sesimpel itu, sesederhana itu, hanya bermain dengan alat penggali tanah, air, dan tentu ketela pohon yang akan di tanam. Akh, entahlah, semua kejadian hari ini tertanggal satu juli dua ribu delapan belas, aku mulai menginginkan menulis ceritaku yang yang ku paduka dengan kenangan kecilku dulu.
Mungkin ada sejuta alasan yang tak mampu ku ungkapkan dengan kata, kenapa kecilku dulu halusinasi, khayalan, imajinasi, fantasi, dan pelangi dalam otakku lebih berwarna. Atau mungkin setiap anak memiliki pola tingkah yang sama? Atau mungkin menjadi sifat dari anak yang lebih berimajinasi aktif pada segala sesuatu yang ada di bumi? Atau barangkali karena daya pikir yang masih kecil, sehingga hal-hal yang ada dan mampu di panca indra menjadi sebuah ilmu yang indah dalam akal. Ya! Memori bermakna, bernilai, dan tak ubahnya menjadi bagian dari kehidupanku.

Aku di masa kecilku, menggali tanah merupakan wujud yang paling menggembirakan dalam aktifitas. Sore hari, rutin ku gali dan ku lubangi tanah rata di tanah kosong sebelah barat rumah. Hal ini semua berkat dari kedua orang tuaku, berhasil mengisi tanah baru dari rong-rongan tanah yang tidak rata. Tapi semua telah menjadi sedemikian hingga, entah berapa truk yang dihabiskan untuk memenuhi tanah seluas empat ratus meter persegi lebih. Aku pun tak begitu memahaminya, dan karena mungkin memori tentang tanah dalam truk kurang bermakna dalam masa kecil. Lepas dari semuanya, aku mengalami kejadian yang sungguh luar biasa di hari ini, kejadian menggali tanah ku alami lagi. Aku merasakan semangat kecilku membara, itulah kenapa aku selalu mendambakan lahan dirumahku untuk tidak dipenuhi beton-beton rumah. Tak guna, tak lebih dari tempat tinggal, atau tempat untuk meninggal, atau mungkin meninggalkan alam dan isinya. Hanya rumah gubuk kecil, tempat tinggal, asal bisa di huni dan itu lebih dari cukup. Tapi kalau lahan yang lebar, memberikan inspirasi untuk lebih menggairahkan khayalan dan cita untuk bercocok tanam.

Sekarang, aku hanya memiliki halaman belakang. Dan kucoba menanaminya dengan ketela pohon, tak ada niatku untuk memanennya, karena pesan dari ibuku tak lain hanya untuk mengambil daunnya. Dan lebih untuk itu, dan tak kurang pula. Semua bermula dari campur tangan ibuku yang membawa beberapa batang ketela pohon yang ia bawa. Dan aku potong kecil-kecil dengan ukuran dua puluh lima centimeter. Setidaknya potongan batang ketela pohon cukup untuk ditanam di tanah. Ku dapati semuanya berjumlah dua puluh batang kecil-kecil. Dan kurendam dalam air, ku bawa ke halaman belakang. Disana aku mulai mengamati sekeliling halaman, tak ada tumbuhan, tandus, hanya ada bebatuan besar di setiap sudut-sudutnya. Lantas aku menggali dari pojokan, sampai habis kutanam semuanya.

Mulai di galian pertama, aku mengingat masa kecil dulu. Indah, hampir lima belas tahun lebih lamanya aku tidak menanam ketela pohon. Akh, hina benar aku yang sekarang, dulu aku pecinta alam dan tumbuhan, sekarang aku merasakan kembali semangat kecilku. Ingin ku tumbuhi semua halaman belakang rumah yang tandus dan gersang dengan ketela pohon. Setidaknya, meski tak ada hasil yang berlimpah, tak kosong dan tandus di halaman belakang. Ada yang kutengok, ada yang ku-urus di pekarangan rumah. 

Niatku, semoga dua puluh batang pohon yang telah aku tanam sempurna lekas tumbuh, hidup dan dewasa. Agar bermanfaat daunmu, kupetik daunmu, dan kumakan. Setidaknya aku orang desa, bisa menghasilkan sesuatu dari lahan desa, meski tak sebesar dulu. Kalau bisa aku perlebar tanah milik pribadi ini, ingin ku tambah beberapa kilometer, lantas kutanami berbagai macam aneka tumbuh-tumbuhan yang bisa menjadi ladang uang. Tapi itu hanya khayal, sulit untuk terwujud. Tapi siapa tahu keberuntungan berkehendak, tak tahu. Kedepan masih jauh, dan sangat jauh.

Berjanji, layak sebagi lelaki. Akan ku beri air setiap hari, karena memang tak jauh tempatnya dari sumber air. Tak seperti dulu, sumber air yang susah tapi masih bisa berjuang dan menghasilkan banyak ketela pohon. Memori yang indah saat mendapat ketela pohon, walaupun tak besar jumlahnya. Tapi semua seru dan mengasikan. Fantasiku berjalan, seperti layaknya warna pelangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar