Selasa, 26 Desember 2017

Coban Bidadari; Nyasar, Ngantuk, Kebasahan Akhirnya Kenyang


Coban Bidadari— Halllo, saya akan bercerita salah satu objek wisata di Kabupaten Malang yakni Coban Bidadari. Sebelum saya bercerita perjalanan saat direncanakan, tiba di Coban Bidadari sampai pulang ke kost-an, terlebih dahulu saya memberikan prolog. Tulisan kali ini saya tulis tanpa endorse atau promosi dari salah satu tempat wisata di Malang. Murni kali ini jalan-jalan yang saya lakukan dengan teman-teman kampus karena niat observasi atau terjun langsung lapangan untuk mencari pendidikan diluar kampus. Jadi mohon maaf ya pembaca, kalau ada kalimat dan kata-kata yang sedikit normatif dan kaku hehehee...


Cerita yang saya tulis teruntuk dosen kami tercinta, Ibu Umi Dayati. Meskipun beliau tidak dapat ikut, tapi cerita yang saya tulis insyaAllah bisa mewakilkan resa, susah, duka, canda, tawa, senang, dan bahagia saya dalam melakukan perjalanan wisata ke Coban Bidadari. Oke gengs, ceritanya saya mulai. Pada mulanya, perjalanan yang saya lakukan dengan teman-teman kampus sangat on the spot, buru-buru dan kesannya mendadak. Gak mendadak kayak gimana coba? Hanya dengan obrolan WhatsApp yang sebegitu sederhana hingga rencana ini ter-realisasikan, cuman semalam doank gengs. Fia, kalau boleh saya bilang dia sumber idea dari rencana perjalanan kita kali ini. Dia yang memulai obrolan sampai direspon oleh teman-teman group WhatsApp. Mulanya ada beberapa anak yang ikut perjalanan obeservasi saat itu. Ada Evi, Rahman, Fia, Thomas dan Trisia. Jujur saya belum tahu sih, sebenarnya lokasi yang mau dituju sebagai obyek wisata untuk obseravasi. Sepehaman bodoh saya saat di chat group cuman kumpul dirumah si Evi dengan agenda makan-makan, hehhe. Bisa jadi tujuan usil saya sebagai anak rantu dapat makan gratis, hehee (maaf ya evi). Jadi ada spirit yang timbul karena iming-iming dapat makanan gratis hingga memunculkan spirit dihari minggu untuk melakukan observasi. Dan sebenarnya juga sudah ada janji terlebih dahulu dengan anak-anak kostan untuk jalan-jalan, akan tetapi saya membatalkannya. maap yaa

Obrolan terus terjadi, ada banyak interaksi dan respon dari teman-teman, hingga sampai pada puncak simpulan saat itu ada delapan teman kelas yang ikut observasi. Mereka adalah Evi, Thomas, Fia, Rahman, Trisia, Nora, Tantowi dan terakhir yang menulis inilah. hehe. Nih, saya sedikit memberi deskripsi teman-teman tadi, sedikit saja. Evi, jelas sebagai tuan rumah kalau gak ikut kan gimana? Si Evi asli Malang tepatnya Kecamatan Poncokusum, anaknya baik, periang, manis juga, sekarang masih menjomblo barangkali kalian minat bisa menghubungi saya ya gengs heuheu, dan saya sudah empat tahun bersama evi, dan sekarang bersama lagi hhaha. Thomas putra daerah dari Timur, yang kalau dikelas anaknya ceria dan kadang menjadi bahan ledekan dari teman kelas, gak diledek gimana? dari gaya bicara yang sangat EYD bikin kita yang ada dikelas heran. Ya maklum karena kita yang di Jawa dengan logat bicara yang di mix antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Fia, sama sih sebenarnya dengan Thomas dari timur Indonesia. Si Fia yang paling senior diantara kami, anaknya periang dan semangatnya emezing. Dia mami kita saat melakukan obeservasi kali ini, yang namanya persediaan makanan dibawa, pokok piknik able kalau sama Fia haha. Rahman, karakter anaknya pendiam, lugu kelihatanya, tapi hasil foto-fotonya bagus saat kemarin kita melakukan observasi. Ada bakat terpendam, mengambil spot-spot foto yang cantik. Jadi diam sedikit bisa indah kalau difotoin sama Rahman. Lalu Trisia, guru cantik anaknya pendiam tapi suka foto-foto loh, gak suka gimana? banyak hasil foto-fotonya di camera, kayak model deh pengennya jadi objek difoto haha. Nora Gurita, anaknya periang tapi jadi bahan ledekan sama seperti Thomas. Karena kelebihan fisik yak kali hehe. Pas pertama main flying fox jadi bahan tertawaan bersama, terlebih kemarin dibercandain sama Thomas, 200 ton kalau gak salah haha. Tantowi, kapten di kelas kami, anaknya pendiam tapi taktis, cekatan dan cepat kalau melakukan sesuatu. Kalem cucok kalau mencari pria yang tipe-tipe yang langsung taktis.


Perjalanan yang disepakati bersama kumpul di Jalan Terusan Surabaya di depan kampus Universitas kami tercinta, wajarlah biar mudah dicari, waktu yang ditentukan semalam saat chatting pukul enam pagi. Karena estimasi molor, macet dan masih jemput Nora di Sawojajar. Nah, sebenarnya saya ragu mau ikutan atau tidak, karena jujur saya malas kalau ada perjalanan yang dilakukan pagi, apalagi waktunya jam enam pagi. Jadi disini, buat pembaca ada pembelajaran yang penting dari sini untuk dilatih bangun pagi, untuk dispilin dan taat sama namanya kesepatakan yang telah ditentukan. Saya kemarin itu mager berlebih, dan musti melakukan aktifitas pagi susah minat ampun, dan terbukti saya yang terlambat dan ditinggal sama teman-teman semua saya sadari, tapi ya mungkin setalah menulis ini bisa berubah. Sewaktu saya telfon Rahman kemarin, buktinya sudah ada di Sawojajar menjeput si Nora saat melihat jam sekitar enam lewat empat puluh lima menitan lah. Sebenernya niat untuk balik ke kost-an dan tidak ikut. Tapi kok tanggung, karena sudah kadung keluar. Akhirnya memberanikan diri meskipun tidak tahu tujuan yang mau dituju itu kemana, pokok pikiran panik saat itu karena terlambat ke Poncokusumo rumah Evi.

Pelajaran penting buat teman-teman, dalam kondisi sepanik apapun upayakan tetap tenang. Karena saya mengalaminya, kepanikan terkadang tidak menyelesaikan masalah. Kadang bikin masalah tambah datang, dan kebetulan juga yang namanya alat komunikasi atau smartphone yang saya gunakan lagi habis kuota. Kacau juga akhirnya, karena jujur saat dijalan yang tau tujuan ke Poncokusmo gak tau arahnya. Ya, meskipun lama di Malang tapi yang namanya tempat baru kan bingung. GPS gak ada? Jelas gak ada kuota, gimana mau carinya? Akhirnya tetap tenang dijalan dan dengan terpaksa beli pulsa untuk paketin data internet biar bisa komunikasi dengan Evi biar tau jalan-jalan untuk menuju ke Poncokusumo. Alhamdulillah, solusi datang. Saya memutuskan berhenti di salah satu mart untuk jajan pulsa. Jadi pelajaran penting buat saya, dan tentu buat teman-teman juga, jangan memisahkan diri dari rombongan, jalan sendiri gak enak gengs. Penting lagi, alat komunikasi harus terinjeksi yang namanya kuota internet. Kalau gak, rasakan sendiri. Sekarang ini bukan malu bertanya sesat dijalan, tapi kalau gak ada kuota buyar semuanya. Gak bisa buka GPS apalagi ada didaerah rantau yang lokasinya baru-baru didatangi. Jadi tau lelahnya kesasar sendirian dijalanan, bingung gak tau utara selatan, barat dan timur karena memang daerah baru. Tapi semenjak sudah jajan pulsa dan beli paket data, GPS yang saya gunakan bisa aktif. Tinggal menunggu share lokasi via Whatsapp dari Evi. Dan saya mengikuti petunjuk arahan dari si GPS tadi, hingga di arahkan sama GPS ke Kecamatan Poncokusumo. Lalu menghubungi teman-teman di group dan akhirnya dijemput sama Evi dan Thomas. Untung tidak lama menjemputnya, karena rumah Evi dengan kantor kecamatan gak begitu jauh.

Tibalah dirumah Evi, memang berbeda ya, suasana di Kota Malang dengan di Kabupaten. Jadi saya awalnya berpikiran bahwa sama saja suasananya dengan Malang Kota, dan ternyata berbeda. Kalau dibandingkan dengan kampung halaman tinggal saya, tentu jauh sekali perbedaannya. Orang pantai utara, tepi laut jelas panasnya. Berbanding terbalik dengan lokasi Poncokusumo yang airnya saja bikin mager untuk mandi hahahaa. Kami tujuh anak disambut dengan baik oleh orang tua dan keluarga Evi, serasa menyenangkan lah perjalanan yang saya lakukan, walaupun awalnya sempat kecewa dan putus asa karna tidak disiplin waktu akhirnya ketinggalan rombongan dan terlambat. Tapi karena ada spirit dan tekat kuat, juga usaha jajan pulsa ada jalan keluarnya untuk menuju kerumah Evi. Kami disuguhi roti dan teh hangat, dan suasana perdesaan saya rasakan. Meskipun suasananya sama-sama desa, akan tetapi namanya ketenangan lebih ada di Poncokusumo ketimbang di daerah saya, yang lokasinya tepi pantai dan pinggir jalan utama atau Provensi. Polusi udara yang ada, heuh. Balik lagi, setelah istirahat beberapa saat dirumah Evi, kira-kira pukul sembilan pagi kami delapan anak berangkat menuju kelokasi observasi. Dan tetap saja, saya belum tahu lokasi mana yang menjadi tempat observasi, karena di obrolan WhatsApp sepengetahuan bodoh saya, hanya kerumah evi, observasi, makan dan pulang dah heuh.

Menuju kelokasi observasi pun kami lakukan, dan disini lagi-lagi saya ketinggalan rombongan. Ditinggal, karena ibunya Evi mengingatkan untuk membawa bekal roti yang sudah dibeli tadi buat jajan saat di lokasi. Akhirnya saya bawa, dan butuh waktu beberapa menit. Lalu langsung ditinggal, heuh. Untung smartphone saya sudah ada kuota, akhirnya bisa chatting dengan Evi dan menunggu untuk disusul dipertigaan pasar tumpang. Disini saya menunggu, dan disusul sama Tantowi kepala suku dikelas kami. Selang beberapa menit sudah kesusul, temen-temen pengennya cepat-cepat kalau jalan. Sampai kadang lupa rombongan, pokok berangkat. Iya kalau saya tahu tujuan mau ke Coban Bidadari, lah wong belom tahu mau kemana tujuannya? Ya, pelajaran lagi buat saya, bahwa kekompakan adalah pelajaran yang berharga, karena dengan kekompakan permasalahan yang berat menjadi ringan. Kalau saya mengenalnya gotong royong, atau tolong menolong sama toh dengan nilai Pancasila, sila kedua bunyinya kemanusiaan yang adil dan beradab.

Saat perjalanan menuju ke lokasi, saya sendiri menunggangi Honda Supra X 125R kemudian tantowi menunggangi Yahama Jupiter mx 135. Kami berdua yang sendiri, kemudian yang lainnya ada yang dibonceng. Awalnya, saat disusul mau diajak bareng sama tantowi, saya menolak karena posisinya waktu itu sudah terlanjur berangkat membawa motor, kalau balik ke rumahnya evi dan taruh motor balik lagi malah memakan waktu, kasihan yang menunggu. Akhirnya saya menaruh simpulan untuk bawa motor sendiri dengan tantowi. Kemudian Rahman dengan Trisia yang dibonceng menggunakan Jupiter Z yang handal dengan gerak lincah ngebutnya, diam-diam driving ngebut juga si Rahman. Thomas dengan Fia, menggunakan motornya trisia Honda Beat keluaran baru sih nampaknya, masih cantik motornya dan bersih, warna pink jadi nampak lucu kalau thomas yang memakai. Terakhir, Nora dan Evi mereka berdua menggunakan Honda Beat lama, terlihat dari modelnya. Kami menggunakan lima motor dalam rombongan, selama perjalanan berjalan dengan aman. Menggunakan perlengkapan standart untuk jaga-jaga dalam perjalan.

Perjalanan menuju lokasi observasi terbilang enak dan lancar, alam yang indah menyapa kami semua disana, dan ternyata daerah yang kami tuju kemarin merupakan daerah dengan dataran tinggi. Jadi kasihan sama thomas yang lupa memakai jaket dari kost sampai kelokasi. Bisa dibilang nekat, hanya dengan satu lapis baju menjadi driver mengendarai motor dengan suasana dingin lokasi perbukitan. Dalam perjalanan kami tidak mengalamai kendala, karena sudah berhenti parkir motor terlebih dulu dibawah untuk mengisi bahan bakar, antisipasi takunya terjadi bahan bakar abis ditengah perjalanan. Daripada mendorong, mending mengisi dulu, akhirnya empat motor yang kami isi lagi mengingat perjalanan cukup panjang. Walaupun saya rasa waktu itu, bahan bakar yang saya isi masih cukup untuk perjalanan pulang pergi. Lepas dari pom bensin, teman-teman yang jalannya kencang seperti rahman, tantowi, dan thomas sesekali menunggu nora dan saya dibelakang. Memang sengaja untuk jalan agak pelan, namanya juga jalan-jalan melaju pelan sambil melihat suasana sekitar kan enak. Kalau kesanannya buru-buru bukan jalan-jalan namanya. Hehehee. Disinilah pentingnya untuk kalian yang rombongan dengan menggunakan motor, saling menjaga rombongannya. Boleh sih banter kalau memacu si kuda besi, tapi jangan sampai lupa rombongan yang lainnya yaa.

Perjalanan lumayan menanjak, seperti perjalanan saya sebelumnya. Masih banyak rumah-rumah warga karena memang masih diwilayah lembah gunung. Sekitar duapuluh menit lebih perjalanan kami dari rumah evi ke lokasi, akhirnya sampai dipuncak dipagi hari sekitar pukul sembilan lebih pagi hari menikmati suasana hijau diketinggian. Jadi berpikir, sebegitu indah ciptaan sang maha pencipta alam raya. Cocok dengan sila pertama dalam Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, di dalamnya memuat kandungan nilai filosofis sebagai pengada segala bentuk yang ada di cosmos dan isinya. Dalam perjalanan diiringi dengan kabut, jadi seger dan nyaman rasanya. Karena sumpek dengan aktivitas dikota, boleh kita merefres diri merenung di keindahan ciptaan Ilahi.

Sedikit  perjalanan yang berlubang, dan rusak sewaktu menuju ke Coban Bidadari. Sekitar satu kilometer lebih kami sedikit bersusah payah dengan medan yang lumayan ekstrim. Tapi semuanya bisa terlewati, karena memang namanya wisata yang indah memerlukan usaha yang berat pula untuk menuju ke lokasi. Setelah lumayan bersusah payah, akhirnya kami tiba di Coban Bidadari. Setelah melihat lokasi akhirnya tahu kemana saya dan teman-teman kampus melakukan observasi. Ternyata tujuan dari observasi kami kali ini adalah sebuah air terjun kalau bahasa lazimnya dikenal dengan istilah coban. Sampai dilokasi sekitar pukul sepuluh siang hari, tapi karena cuaca kala itu masuk musim hujan dan serasa seperti pagi terus menerus. Serasa terbayar sudah ketika menikmati perjalanan yang begitu berat, dan sekarang mendapatkan hasil yang memuaskan. Masuk di coban Bidadari tidak begitu mahal, hanya dengan sepuluh ribu rupiah kita sudah bisa masuk menikmati indahnya coban bidadari. Dan kalau kalian tahu, parkir di coban bidadari ditarif lima ribu rupiah, jadi kalau kalian berangkat menggunakan motor dan tiket masuk satu orang cukup biaya lima belas ribu rupiah. Murah bukan? Apalagi dengan fasilitas yang didapatkan lumayan banyak, sesuai dengan harga tiket masuknya.


Penting untuk diketahui bersama nih teman-teman, yang ingin berliburan ke coban bidadari saya rekomendasikan pergi pagi hari, karena kalian bakalan menikmati suasana pegunungan yang sejuk. Dan ternyata, di coban bidadari berdekatan dengan pintu masuk ke wisata nasional gunung bromo tengger. Jadi asik, kalau punya waktu lebih kalian bisa sekalian mencoba wisata ke coban bidadari dan sekalian juga cuss ke gunung bromo. Tapi kali ini saya tidak bercerita banyak tentang gunung bromo, hanya berfokus pada coban bidadari. Perlu untuk diingat juga ya teman-teman. Kalau kalian ke sini, pas musim penghujan seperti yang kami alami dibulan November yang jelas musimnya penghujan. Maka harus siap-siap yang namanya mantel atau payung buat menjaga tubuh kita agar tidak kena hujan. Kalau kehujanan sebentar gpp, tapi kalau lama kan makin masuk ke tubuh bisa sakit nantinya. Niat liburan jadi petaka kalau kehujanan di coban.


Awal masuk kami disuguhkan dengan spot foto-foto yang seru. Saat bertanya ke pengelolah Coban Bidadari ternyata mereka berbicara, Coban Bidadari masih terbilang wisata yang masih baru dibuka. Kurang lebih setahun, sekitar tahun dua ribu enam belas awal bulan sekitar bulan maret baru dibuka Coban Bidadari. Meskipun terbilang masih muda dan baru dibuka tapi objek wisata recomended untuk dikunjungi, dan dikelolah oleh perhutani menjadikan potensi sendiri. Utamanya potensi ekonomi, dari wisata ini bisa menghidupi beberapa masyarakat setempat yang tinggal didaerah sini. Menurut pengelolah yang saya wawancarai, sedikitnya ada sekitar delapan spot foto yang bagus dan instragramable buat kalian yang senang mendokumnetasikan momentum buat dipamerkan keteman kalian di media sosial. Netizen jelas tahu, rugi kalau belom mengabadikan momentum dengan spot-spot foto yang dibuat oleh pengelolah. Kalau fasilitas masih ada satu, yakni flying fox. Itupun juga kena cas lagi, jadi kalau teman-teman ingin menggunakan fasilitas flying fox dikenakan cas lima ribu rupiah.

Sewaktu tiba di Coban Bidadari, kami langsung membuka kamera hp. Dan penting untuk kalian ketahui bersama, kalau disini susah sinyal. Jadi kalian yang punya ponsel secanggih apapun susah untuk menangkap sinyal. Saran nih, daripada ponsel canggih kalian panas dan kehabisan batre karena search terus yang namanya sinyal, mending di flight mode aja tuh hengpon. Toh wisata, jadi jangan terhambat dengan keasikan kalian bermain ponsel pintar. Setelah kami bercakap dengan pengelolah disini, iseng-iseng kami bertanya flying fox yang menjadi satu-satunya wahana yang ada di coban bidadari. Akhirnya teman kami yang putri seru-seruan untuk ikutan bermain flying fox. Awalnya nora yang main, dengan gaya yang awalnya pede dan kemudian pas perlengkapan keamanan dipasang malah panik dan grogi. Apalagi di guyoni dan direkam sama temen-temen yang lain. Terlebih thomas, yang bilang bakalan berayun karena kelebihan dari Nora. Tapi itu semua hanya hiburan kami, tidak ada niat lain selain hanya untuk tawa dan canda bersama. Kemudian kedua evi, sama sebenernya dengan nora, awalnya juga berani dan kemudian setelah semuanya selesai dan keamanan selesai dipasang malah takut untuk meluncur ke flying fox. Semuanya aman dan tidak ada kendala apapun disana. Kemudian trisia yang main, terakhir fia. Semuanya sukses melakukan uji nyali di flying fox Coban Bidadari. Tapi herannya, kenapa hanya anak putri saja yang malah berani main flying fox dan yang putra tidak ada yang main sama sekali.

Selama berada di Coban sebenernya saya menahan rasa kantuk, kenapa? Karena semalam sebelum berangkat tuh, kan malem minggu. Apalagi kalau malem minggu jelas namanya bola itu sering muncul terlebih tim kesayangan lagi main. Tepat tengah malam sekitar setengah satu dini hari ada pertandingan bola antara manchaster united dengan new chastel. Sehingga ngeronda deh dini harinya, sampai kira-kira jam tiga pagi baru tertidur. Kemudian set alarm pukul lima pagi. Hanya dimatikan dan tidur lagi sampai akhirnya terlambat itu seperti cerita awal yang sudah saya ceritakan diatas. Penting ya, kalau mau liburan direncanakan fisik juga jangan sampai mengantuk. Jadinya malah kurang prima saat observasi kemarin. Tapi alhamdulillah bisa menahan, dan dampaknya lelah sampai hari selasa. Balik lagi gengs, setelah bermain flying fox akhirnya kita bermain namanya ayunan, seru kalau difoto jadinya saya mencoba memberanikan diri untuk ikutan main diayunan. Eh, malah pusing karena memang saya punya riwayat tekanan darah rendah, terakhir tensi darah kira-kira tanggal delapan november kemarin tekanan saya tidak naik masih stagnan di angka seratus per enam puluh jadi gara-gara tekanan saya berhenti ditengah permainan ayunan. Selama berwisata kami disuguhi dengan yang namanya hujan gerimis merintik-rinting. Dan untungnya saya menggunakan perlengkapan ganda, alias lengkap. Saya kalau namanya jalan-jalan selalu menggunakan jaket rangkap dua, jadi namanya badan lapis ada empat lapis hehehe. Karena fisik yang kurang fit kalau kemasukan air hujan malah KO jadinya.

Sialnya, kemarin kami tidak diperbolehkan menuju ke coban bidadari karena kondisi cuaca saat itu penghujan. Mungkin takut terjadi banjir dan longsor makanya oleh pengelolah lokasi menuju ke coban bidadari di tutup. Jadi penasaran masih, belum terpuaskan karena coban bidadari masih belum ditaklukan. Selepas dari situ, akhirnya kami hanya terfokus pada spot-spot foto yang ada disekeliling Coban Bidadari. Gambar dibawah ini merupakan inti dari spot foto yang ada di coba bidadari. Kurang lebihnya sebelah kanan ada tiga spot foto. Mulai dari sarang burung, pintu rumah, sama sayap burung. Dan didepan saya ada tiga spot foto yang berupa rumah kelinci, bunga-bunga, dan rumah kayu diatas pohon. Sebenarnya tanpa ke coban bidadari basah-basahan. Ke lokasi coban bidadari dengan befoto ria sudah membuat kami bahagia, meskipun selama dilokasi selalu diguyur rerintikan air hujan. Akhirnya saya tidak melanjukan untuk foto-foto dan memutuskan untuk beristirahat, mengajak tantowi beli makanan di sebelah kiri dari foto ada warung sederhana. Dan merupakan warung satu-satunya yang ada di lokasi wisata. Saya dengan tantowi memesan mie, karena saya tahu kalau setelah pulang dari coban kan mau makan-makan hingga waspada kekenyangan akhirnya tidak terlalu banyak beli makan. Takut nanti di rumah evi tidak kemakan masakan yang sudah dimasak sama orang tua. Jadi saya membeli pop mie dan tantowi beli kare mie. Lalu difotoin deh sama thomas, sampek makan mie pun kena foto. Sambil menikmati suasana pegunungan, serasa enak lah ngemil disini. Apalagi menikmati makanan yang hangat-hangat.

Setelah teman-teman selesai berfoto-foto ria, akhirnya berkumpul di warung untuk bertanya-tanya pada ibu penjual di warung sederhana. Harga yang dijual juga tidak tergolong mahal, mengingat kalau lokasi warung tepat berada di lokasi inti dari objek wisata. Akan tetapi warung menjual dengan harga yang relatif tidak begitu mahal dari harga normal. Seperti mie kare yang dibeli tantowi hanya dipatok dengan harga empat ribu lima ratus rupiah. Pop mie yang saya beli juga hanya tujuh ribu lima ratus rupiah. Sepanjang saya belanja ditempat wisata biasanya harga mencapai dua kali lipat dari harga normal. Tapi penjual di coban bidadari tidak terlalu banyak mengambil keuntungan. Setelah asik berbincang-bincang, ternyata hujan pun turus dengan derasnya. Untung kami sudah selesai berfoto-foto jadi tinggal berteduh di warung sederhana. Sekitar kurang lebihnya satu jam berada di warung, hingga selesai hujan kami asik bercakap-cakap, sambil mengisi kekosongan menunggu hujan yang turun lebat.

Setelah hujan lumayan reda, akhirnya kami memutuskan untuk pulang dan kembali ke rumah Evi, dan puncak dari kelelahan kita semua. Istirahat sambil habisin makanan yang sudah dibuat sama ibunya evi. Heuheu. 
Kami pun berjalan menuju parkir motor, karena masih basah dengan hujan yang deras kami pun berhati-hati karena tanah yang licin takut tergelincir. Setelah hampir tiba diparkiran saya pergi dulu ke kamar mandi untuk buang air kecil. Dan setelah selesai dari kamar mandi, saya melanjutkan ke tempat parkir motor untuk memacu motor kami pulang. Medan yang licin mengharuskan kami menuntun motor yang kami bawa. Jadi buat kalian yang berwisata kesini harusnya membawa kendaraan bermotor yang memungkinkan untuk tracking jalanan yang becek. Dengan usaha yang lumayan dan dibantu dengan petugas parkir mendorong motor kami, akhirnya bisa melewati medan yang begitu susah. Sebelum menuju ke rumah Evi saya mencoba mengabadikan moment karena coban bidadari berbatasan dengan gunung bromo tengger. Seperti penampak diatas, setelah puas berfoto akhirnya kami dengan lelah kembali dan beristirahat ke rumahnya Evi.



Perjalanan pulang tidak sama dengan perjalanan berangkat, karena lepas hujan lebat akhirnya kami harus lebih hati-hati untuk turun karena takut kepleset karena hujan yang membuat licin jalan-jalan. Dan alhamdulillah perjalanan pulang kami berjalan lancar tanpa ada halangan, meskipun siang hari kondisi mendung masih ada. Sesampainya di rumah Evi kami disuguhkan makanan khas desa Poncokusumo. Suka dengan masakannya, terlebih sambal yang dibuat. Awalnya gak mau makan sambal karena kena asam lambung, tapi nekat aja nyambal kemarin. Karena sensai pedas bikin selera makan nambah. Terbukti setelah pagi harinya panas ke kamar mandi saat BAB. Awalnya teman-teman malu untuk makan, lalu saya pun berinistiatif untuk membagi-bagikan piring yang sudah tersedia ke satu-satu dari mereka. Kalau gak gini maka saling sungkan dan bisa jadi makanan yang sudah dimakan cuman jadi bahan tontonan. selepas makan siang, kami numpang istirahat untuk melepas rasa penat saat perjalanan dari malang kota ke rumah evi di Poncokusumo dan habis perjalanan pula dari rumah evi ke coban bidadari. Saat asik beristirahat ternyata diluar sudah mulai turun hujan, jadinya ya harus siap-siap kebasahan kalau melakukan perjalanan pulang dari rumah evi ke kost-an masing-masing. Setelah lumayan lama menunggu hujan bersenda gurau sambil rasan-rasan ngalor ngidul akhirnya kami memutuskan untuk pamit sama keluarga Evi. Dan berterimakasih karena mau menampung kami beristirahat, terlebih memberikan sambutan yang begitu hangat terhadap kami. Teruntuk ibu Evi terimakasih sudah sedianya memasakan hidangan kami. Pasti repot di dapur seharian untuk menyediakan makanan buat kita.

Kami melakukan perjalanan pulang dari Poncokusmo sekitar pukul lima sore hari. Disertai hujan rerintik kami memacu kuda besi masing-masing untuk pulang ke Malang kota. Karena tadi saat di pimpin oleh Rahman lebih kesasar dari pada saya, akhirnya mereka memutuskan untuk menjadikan saya sebagai petunjuk arah. Terpaksa harus mengambil posisi terdepan dari teman-teman yang lain. Dan tanpa disangka, ditengah perjalanan hujan mulai turun lebat sehingga saya memutuskan untuk memakai mantel atau jas hujan, takut kebasahan dan sakit malah repot sendiri nantinya. Dalam perjalanan pulang alhamdulillah tidak ada hambatan yang melanda. Karena sudah pernah kesasar dan tahu tujuan pulang akhirnya kami selamat sampai tujuan masing-masing dengan membawa foto-foto yang banyak. Tentunya cerita yang saya tulis, buat bukti hitam putih perjalanan kami yang terliput suka, duka, canda, dan bahagia. Sekian dulu yang bisa saya ceritakan kepada kalian, semoga suka dengan tulisan saya yaa. Maap kalau ada kalimat atau kata yang susah dimengerti dan dipahami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar